Sebut saja namaku Etty (bukan yang sebenarnya), waktu itu aku masih sekolah di sebuah SMA swasta. Penampilanku bisa dibilang lumayan, kulit yang putih kekuningan, bentuk tubuh yang langsing tetapi padat berisi, kaki yang langsing dari paha sampai tungkai, bibir yang cukup sensual, rambut hitam lebat terurai dan wajah yang oval. Payudara dan pantatkupun mempunyai bentuk yang bisa dibilang lumayan.
Dalam bergaul aku cukup ramah sehingga tidak mengherankan bila di sekolah aku mempunyai banyak teman baik anak-anak kelas II sendiri atau kelas I, aku sendiri waktu itu masih kelas II. Laki-laki dan perempuan semua senang bergaul denganku. Di kelaspun aku termasuk salah satu murid yang mempunyai kepandaian cukup baik, ranking 6 dari 10 murid terbaik saat kenaikan dari kelas I ke kelas II.
Karena kepandaianku bergaul dan pandai berteman tidak jarang pula para guru senang padaku dalam arti kata bisa diajak berdiskusi soal pelajaran dan pengetahuan umum yang lain. Salah satu guru yang aku sukai adalah bapak guru bahasa Inggris, orangnya ganteng dengan bekas cukuran brewok yang aduhai di sekeliling wajahnya, cukup tinggi (agak lebih tinggi sedikit dari pada aku) dan ramping tetapi cukup kekar. Dia memang masih bujangan dan yang aku dengar-dengar usianya baru 27 tahun, termasuk masih bujangan yang sangat ting-ting untuk ukuran zaman sekarang.
Suatu hari setelah selesai pelajaran olah raga (volley ball merupakan favoritku) aku duduk-duduk istirahat di kantin bersama teman-temanku yang lain, termasuk cowok-cowoknya, sembari minum es sirup dan makan makanan kecil. Kita yang cewek-cewek masih menggunakan pakaian olah raga yaitu baju kaos dan celana pendek. Memang di situ cewek-ceweknya terlihat seksi karena kelihatan pahanya termasuk pahaku yang cukup indah dan putih.
Tiba-tiba muncul bapak guru bahasa Inggris tersebut, sebut saja namanya Freddy (bukan sebenarnya) dan kita semua bilang, “Selamat pagi Paa..aak”, dan dia membalas sembari tersenyum.
“Ya, pagi semua. Wah, kalian capek ya, habis main volley”.
Aku menjawab, “Iya nih Pak, lagi kepanasan. Selesai ngajar, ya Pak”. “Iya, nanti jam setengah dua belas saya ngajar lagi, sekarang mau ngaso dulu”.
Aku dan teman-teman mengajak, “Di sini aja Pak, kita ngobrol-ngobrol”, dia setuju.
“OK, boleh-boleh aja kalau kalian tidak keberatan”!
Aku dan teman-teman bilang, “Tidak, Pak.”, lalu aku menimpali lagi, “Sekali-sekali, donk, Pak kita dijajanin”, lalu teman-teman yang lain, “Naa..aa, betuu..uul. Setujuu..”.
Ketika Pak Freddy mengambil posisi untuk duduk langsung aku mendekat karena memang aku senang akan kegantengannya dan kontan teman-teman ngatain aku.
“Alaa.., Etty, langsung deh, deket-deket, jangan mau Pak”.
Pak Freddy menjawab, “Ah! Ya, ndak apa-apa”.
Kemudian sengaja aku menggoda sedikit pandangannya dengan menaikkan salah satu kakiku seolah akan membetulkan sepatu olah ragaku dan karena masih menggunakan celana pendek, jelas terlihat keindahan pahaku. Tampak Pak Freddy tersenyum dan aku berpura-pura minta maaf.
“Sorry, ya Pak”.
Dia menjawab, “That’s OK”. Di dalam hati aku tertawa karena sudah bisa mempengaruhi pandangan Pak Freddy.
Di suatu hari Minggu aku berniat pergi ke rumah Pak Freddy dan pamit kepada Mama dan Papa untuk main ke rumah teman dan pulang agak sore dengan alasan mau mengerjakan PR bersama-sama. Secara kebetulan pula Mama dan papaku mengizinkan begitu saja. Hari ini memang hari yang paling bersejarah dalam hidupku. Ketika tiba di rumah Pak Freddy, dia baru selesai mandi dan kaget melihat kedatanganku.
“Eeeh, kamu Et. Tumben, ada apa, kok datang sendirian?”.
Aku menjawab, “Ah, nggak iseng aja. Sekedar mau tahu aja rumah bapak”.
Lalu dia mengajak masuk ke dalam, “Ooo, begitu. Ayolah masuk. Maaf rumah saya kecil begini. Tunggu, ya, saya paké baju dulu”. Memang tampak Pak Freddy hanya mengenakan handuk saja. Tak lama kemudian dia keluar dan bertanya sekali lagi tentang keperluanku. Aku sekedar menjelaskan, “Cuma mau tanya pelajaran, Pak. Kok sepi banget Pak, rumahnya”.
Dia tersenyum, “Saya kost di sini. Sendirian.”
Selanjutnya kita berdua diskusi soal bahasa Inggris sampai tiba waktu makan siang dan Pak Freddy tanya, “Udah laper, Et?”.
Aku jawab, “Lumayan, Pak”.
Lalu dia berdiri dari duduknya, “Kamu tunggu sebentar ya, di rumah. Saya mau ke warung di ujung jalan situ. Mau beli nasi goreng. Kamu mau kan?”.
Langsung kujawab, “Ok-ok aja, Pak.”.
Sewaktu Pak Freddy pergi, aku di rumahnya sendirian dan aku jalan-jalan sampai ke ruang makan dan dapurnya. Karena bujangan, dapurnya hanya terisi seadanya saja. Tetapi tanpa disengaja aku melihat kamar Pak Freddy pintunya terbuka dan aku masuk saja ke dalam. Kulihat koleksi bacaan berbahasa Inggris di rak dan meja tulisnya, dari mulai majalah sampai buku, hampir semuanya dari luar negeri dan ternyata ada majalah porno dari luar negeri dan langsung kubuka-buka. Aduh! Gambar-gambarnya bukan main. Cowok dan cewek yang sedang bersetubuh dengan berbagai posisi dan entah kenapa yang paling menarik bagiku adalah gambar di mana cowok dengan asyiknya menjilati vagina cewek dan cewek sedang mengisap penis cowok yang besar, panjang dan kekar.
Tidak disangka-sangka suara Pak Freddy tiba-tiba terdengar di belakangku, “Lho!! Ngapain di situ, Et. Ayo kita makan, nanti keburu dingin nasinya”.
Astaga! Betapa kagetnya aku sembari menoleh ke arahnya tetapi tampak wajahnya biasa-biasa saja. Majalah segera kulemparkan ke atas tempat tidurnya dan aku segera keluar dengan berkata tergagap-gagap, “Ti..ti..tidak, eh, eng..ggak ngapa-ngapain, kok, Pak. Maa..aa..aaf, ya, Pak”.
Pak Freddy hanya tersenyum saja, “Ya. Udah tidak apa-apa. Kamar saya berantakan. tidak baik untuk dilihat-lihat. Kita makan aja, yuk”.
Syukurlah Pak Freddy tidak marah dan membentak, hatiku serasa tenang kembali tetapi rasa malu belum bisa hilang dengan segera.
Pada saat makan aku bertanya, “Koleksi bacaannya banyak banget Pak. Emang sempat dibaca semua, ya Pak?”.
Dia menjawab sambil memasukan sesendok penuh nasi goreng ke mulutnya, “Yaa..aah, belum semua. Lumayan buat iseng-iseng”.
Lalu aku memancing, “Kok, tadi ada yang begituan”.
Dia bertanya lagi, “Yang begituan yang mana”.
Aku bertanya dengan agak malu dan tersenyum, “Emm.., Ya, yang begituan, tuh. Emm.., Majalah jorok”.
Kemudian dia tertawa, “Oh, yang itu, toh. Itu dulu oleh-oleh dari teman saya waktu dia ke Eropa”.
Selesai makan kita ke ruang depan lagi dan kebetulan sekali Pak Freddy menawarkan aku untuk melihat-lihat koleksi bacaannya.
Lalu dia menawarkan diri, “Kalau kamu serius, kita ke kamar, yuk”.
Akupun langsung beranjak ke sana. Aku segera ke kamarnya dan kuambil lagi majalah porno yang tergeletak di atas tempat tidurnya.
Begitu tiba di dalam kamar, Pak Freddy bertanya lagi, “Betul kamu tidak malu?”, aku hanya menggelengkan kepala saja. Mulai saat itu juga Pak Freddy dengan santai membuka celana jeans-nya dan terlihat olehku sesuatu yang besar di dalamnya, kemudian dia menindihkan dadanya dan terus semakin kuat sehingga menyentuh vaginaku. Aku ingin merintih tetapi kutahan.
Pak Freddy bertanya lagi, “Sakit, Et”.
Aku hanya menggeleng, entah kenapa sejak itu aku mulai pasrah dan mulutkupun terkunci sama sekali. Semakin lama jilatan Pak Freddy semakin berani dan menggila. Rupanya dia sudah betul-betul terbius nafsu dan tidak ingat lagi akan kehormatannya sebagai Seorang Guru. Aku hanya bisa mendesah”, aa.., aahh, Hemm.., uu.., uuh”.
Akhirnya aku lemas dan kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Pak Freddy pun naik dan bertanya.
“Enak, Et?”
“Lumayan, Pak”.
Tanpa bertanya lagi langsung Pak Freddy mencium mulutku dengan ganasnya, begitupun aku melayaninya dengan nafsu sembari salah satu tanganku mengelus-elus penis yang perkasa itu. Terasa keras sekali dan rupanya sudah berdiri sempurna. Mulutnya mulai mengulum kedua puting payudaraku. Praktis kami berdua sudah tidak berbicara lagi, semuanya sudah mutlak terbius nafsu birahi yang buta. Pak Freddy berhenti merangsangku dan mengambil majalah porno yang masih tergeletak di atas tempat tidur dan bertanya kepadaku sembari salah satu tangannya menunjuk gambar cowok memasukkan penisnya ke dalam vagina seorang cewek yang tampak pasrah di bawahnya.
“Boleh saya seperti ini, Et?”.
Aku tidak menjawab dan hanya mengedipkan kedua mataku perlahan. Mungkin Pak Freddy menganggap aku setuju dan langsung dia mengangkangkan kedua kakiku lebar-lebar dan duduk di hadapan vaginaku. Tangan kirinya berusaha membuka belahan vaginaku yang rapat, sedangkan tangan kanannya menggenggam penisnya dan mengarahkan ke vaginaku.
Kelihatan Pak Freddy agak susah untuk memasukan penisnya ke dalam vaginaku yang masih rapat, dan aku merasa agak kesakitan karena mungkin otot-otot sekitar vaginaku masih kaku. Pak Freddy memperingatkan, “Tahan sakitnya, ya, Et”. Aku tidak menjawab karena menahan terus rasa sakit dan, “Akhh.., bukan main perihnya ketika batang penis Pak Freddy sudah mulai masuk, aku hanya meringis tetapi Pak Freddy tampaknya sudah tak peduli lagi, ditekannya terus penisnya sampai masuk semua dan langsung dia menidurkan tubuhnya di atas tubuhku. Kedua payudaraku agak tertekan tetapi terasa nikmat dan cukup untuk mengimbangi rasa perih di vaginaku.
Semakin lama rasa perih berubah ke rasa nikmat sejalan dengan gerakan penis Pak Freddy mengocok vaginaku. Aku terengah-engah, “Hah, hah, hah,..”. Pelukan kedua tangan Pak Freddy semakin erat ke tubuhku dan spontan pula kedua tanganku memeluk dirinya dan mengelus-elus punggungnya. Semakin lama gerakan penis Pak Freddy semakin memberi rasa nikmat dan terasa di dalam vaginaku menggeliat-geliat dan berputar-putar.
Sekarang rintihanku adalah rintihan kenikmatan. Pak Freddy kemudian agak mengangkatkan badannya dan tanganku ditelentangkan oleh kedua tangannya dan telapaknya mendekap kedua telapak tanganku dan menekan dengan keras ke atas kasur dan ouwww.., Pak Freddy semakin memperkuat dan mempercepat kocokan penisnya dan di wajahnya kulihat raut yang gemas. Semakin kuat dan terus semakin kuat sehingga tubuhku bergerinjal dan kepalaku menggeleng ke sana ke mari dan akhirnya Pak Freddy agak merintih bersamaan dengan rasa cairan hangat di dalam vaginaku.
Rupanya air maninya sudah keluar dan segera dia mengeluarkan penisnya dan merebahkan tubuhnya di sebelahku dan tampak dia masih terengah-engah.
Setelah semuanya tenang dia bertanya padaku, “Gimana, Et? Kamu tidak apa-apa? Maaf, ya”.
Sembari tersenyum aku menjawab dengan lirih, “tidak apa-apa. Agak sakit Pak. Saya baru pertama ini”.
Dia berkata lagi, “Sama, saya juga”.
Kemudian aku agak tersenyum dan tertidur karena memang aku lelah, tetapi aku tidak tahu apakah Pak Freddy juga tertidur.
Sekitar pukul 17:00 aku dibangunkan oleh Pak Freddy dan rupanya sewaktu aku tidur dia menutupi sekujur tubuhku dengan selimut. Tampak olehku Pak Freddy hanya menggunakan handuk dan berkata, “Kita mandi, yuk. Kamu harus pulang kan?”.
Badanku masih agak lemas ketika bangun dan dengan tetap dalam keadaan telanjang bulat aku masuk ke kamar mandi. Kemudian Pak Freddy masuk membawakan handuk khusus untukku. Di situlah kami berdua saling bergantian membersihkan tubuh dan akupun tak canggung lagi ketika Pak Freddy menyabuni vaginaku yang memang di sekitarnya ada sedikit bercak-bercak darah yang mungkin luka dari selaput daraku yang robek. Begitu juga aku, tidak merasa jijik lagi memegang-megang dan membersihkan penisnya yang perkasa itu.
Setelah semua selesai, Pak Freddy membuatkan aku teh manis panas secangkir. Terasa nikmat sekali dan terasa tubuhku menjadi segar kembali. Sekitar jam 17:45 aku pamit untuk pulang dan Pak Freddy memberi ciuman yang cukup mesra di bibirku. Ketika aku mengemudikan mobilku, terbayang bagaimana keadaan Papa dan Mama dan nama baik sekolah bila kejadian yang menurutku paling bersejarah tadi ketahuan. Tetapi aku cuek saja, kuanggap ini sebagai pengalaman saja.
Semenjak itulah, bila ada waktu luang aku bertandang ke rumah Pak Freddy untuk menikmati keperkasaannya dan aku bersyukur pula bahwa rahasia tersebut tak pernah sampai bocor. Sampai sekarangpun aku masih tetap menikmati genjotan Pak Freddy walaupun aku sudah menjadi mahasiswa, dan seolah-olah kami berdua sudah pacaran. Pernah Pak Freddy menawarkan padaku untuk mengawiniku bila aku sudah selesai kuliah nanti, tetapi aku belum pernah menjawab. Yang penting bagiku sekarang adalah menikmati dulu keganasan dan keperkasaan penis guru bahasa Inggrisku itu.
Sabtu, 12 Desember 2015
Selasa, 29 September 2015
Pasrah Berubah Jadi Gairah

Tak lama kemudian Dio muncul dengan mengenakan piyama milik Dodi. Ia langsung duduk di sebelah Retno. Retno langsung berdiri di hadapan Dio dan dengan mata terpejam ia membuka dasternya.
"Dio nikmatilah sebagai pengganti hutang suamiku" dasternya meluncur turun dan jatuh di lantai. Payudaranya yang kencang menantang masih tersembunyi di balik BH Triumph 36B warna merah. Juga kerimbunan vaginanya yang masih tersembunyi.
"Mbak tidak seperti itu. Saya janji akan memuaskan Mbak pada Dodi. Mbak menurut saja ya?" Dio masih terduduk di hadapan Retno, namun dari balik piyama itu terlihat jelas bahwa ia telah ereksi.
"Buka mata Mbak.."
Retno membuka matanya dan tertegu melihat benda yang menyembul di piyamanya.
"Beruntung Dodi punya istri seseksi Mbak." Dio kemudian berdiri, berjalan mengelilingi Retno. Dari belakang, dibelainya rambut Retno yang hitam dan panjang itu.
Tangannya juga melepaskan kaitan BH Retno. Kini payudara montok itu benar-benar bebas. Dio kemudian melepaskan piyamanya di belakang Retno.
"Dio, saya akan melayani kamu, tapi janjimu harus kau tepati." Retno berkata lirih saat merasakan dengusan nafas Dio di lehernya.
"Tentu, tentu. Kini balik badanmu", perintah Dio. Ia kemudian mengambil kursi untuk duduk.
Retno perlahan membalikkan badannya. Payudaranya yang indah bergoyang mengikuti badannya.
"Hmm. Sini.. berlutut", Dio mengisyaratkan agar Retno berlutut di antara kakinya.
"Tapi, tapi..."
"Tapi apa? belum pernah ngisep penis Dodi, sini!" bentak Dio. Retno kemudian berlutut seperti keinginan Dio.
Tanpa pikir panjang, rambut Retno ia jambak dan kepalanya ia dorongkan ke penisnya "Isaap...! "
Retno ingin muntah saat penis yang besar itu masuk ke mulutnya, apalagi saat Dio menggoyang maju mundur.
"Ahh.. Ahh... isaapppp isaappp", sambil terus menekan-nekankan kepala Retno ke penisnya.
Dalam hati Retno sebenarnya kagum akan ukuran penis Dio, hanya saja ia tidak terbiasa akan posisi ini. Menit demi menit berlalu dengan erangan dan desahan Dio. Bahkan Retno sempat merasakan sedikit cairan hangat muncrat dari penisnya. Rasanya manis. "Apa ini semen?" pikirnya dalam hati. "Sudahh... berdiri, pegangan pada pinggiran dipan.. Cepat..!" Dio semakin beringas saja saat melihat Retno pasrah.
"Buka kaki lebar-lebar, agak membungkuk!"
Kemudian ia berdiri di belakang Retno. Dengan sekali sentak CD tipis Retno ia sobek.
"Aduhh", teriak Retno lirih. Tangan Dio kemudian menggerayangi tubuh Retno. Mulai dari meremas-remas payudaranya hingga istri Dodi itu merintih-rintih hingga jemarinya mengubek-ubek vaginanya.
"Ahh "hanya itu yang dapat diucapkan Retno saat jemari Dio mempermainkan klit-nya.
"Auuhh... uuhh..." tanpa sadar Retno menggoyangkan pinggulnya agar jemari Dio tetap di daerah klit-nya.
"Ahh.. rupanya si pasrah mulai menikmati ya?" guman Dio. "Bagus.. bagus"Kini tangan Dio yang satu memegangi pinggang Retno sementara satunya memegangi penisnya untuk dimasukkan ke lubang vagina Retno.
"aahh", Retno berteriak keras saat dengan kasar penis Dio dihunjamkan ke liang vaginanya. "Diioo.. sakitt!"
Tangan Dio kemudian memegangi tangan Retno, ditariknya tangan istri temannya itu ke belakang hingga tubuh Retno melengkung.
"Rasakan... hhgg.. gghh gghh.." Dio terus menghunjam-hunjamkan senjatanya ke vagina yang semakin licin itu.
"Oohh ohh.. Dioo..." Retno merintih-rintih. Entah ia merasakan sakit atau kah kenikmatan luar biasa yang ia rasakan. Payudaranya berayun-ayun dengan bebasnya.
"Ugghh sempit banget.. ayo Retno nikmati saja" Dio tersenyum saat merasakan perlawanan Retno semakin melemah. Tubuhnya tidak lagi tegang melainkan semakin relax, itu terasa lewat otot-otot Retno di tangannya.
"oohh ohh",
"Ayo katakan, katakan" Dio makin keras menghunjamkan penisnya.
"hh puaskan aku Dio oohh.." Retno tidak bisa mengingkari perasaannya.
"Baguss nih rasakan.." Seketika itu ditariknya tangan Retno lebih keras, dan
"Diioo..." Tenaga Retno bagai terbetot keluar, saat ia merasakan mani Dio menyemprot membanjiri vaginanya, sebegitu derasnya hingga sebagian menetes ke lantai kamar yang menjadi saksi bisu mereka.
"Ohh.. Retno, seandainya kamu jadi istriku.." Dio kemudian mendekap tubuh Retno yang telah basah oleh keringat.
"Gila, kenapa penisnya belum mengecil." Guman Retno dalam hatinya. Ia merasakan penisnya tetap pada ukuran sebenarnya di dalam vaginanya yang telah becek.
"Dio.. kok masih keras sih.." guman Retno pada Dio yang terengah-engah di belakangnya.
"Iya.. biasa.."
"Mau 1 ronde lagi..?" kali ini Retno yang agresif.
"Boleh." Dio melepaskan dekapannya. "Dio.. tiduran deh di lantai itu" Dio menurut saja, ia merebahkan dirinya di lantai dingin yang berceceran maninya. Penisnya tegak bagai tiang bendera.
"Aku naikin ya.." Retno kemudian mengangkangi penis Dio dan bless masuklah penis itu hingga pangkalnya.
"Ahh.."
Setelah penis itu berada di dalam, Retno kemudian memutar-mutarkan pantatnya. Penis itu pun bergesek dengan dinding vagina dan klit milik Retno.
"Ayoo Dio mainin." Retno memberi tanda ke Dio untuk bermain-main dengan payudaranya. Dio kemudian mengangkat badannya sedikit untuk mengulum dan menjilati susu Retno yang kenyal. Saat lidahnya menyentuh puting susunya Retno pun kontan berteriak lirih. Puting itu selalu menjadi bagian tersensitifnya. Apalagi saat Dio menghisap-hisapnya bagai seorang bayi gede. Retno pun tambah semangat menggarap penis Dio. Tubuh mereka telah basah oleh peluh dan cairan mani. Rambut Retno pun telah acak-acakan. Semakin malam permainan mereka semakin panas, hingga akhirnya Dio keluar untuk kedua kalinya di liang vagina istri temannya itu.
Malam itu mereka berdua benar-benar menikmati permainan mereka, Retno bahkan telah melepaskan kepasrahannya, berganti dengan gairah untuk bercinta denngan Dio.
Singapura,Kenikmatan Bersama Sahabatku

Aku, Edwin dan Ita menginap di Hotel Orchard di Orchard Road, Aku dan Edwin satu kamar sharing di Lantai 10. Sedangkan Ita di Lantai 6. Setibanya di Hotel kami beristirahat sejenak, kemudian kami bertiga melakukan survey tempat lokasi training untuk hari senin esoknya. Ternyata tempat training kami tidak terlalu jauh dari tempat kami menginap, dari Hotel kami jalan ke station MRT Orchard dan berhenti di station MRT Bugis..., kemudian dapat melanjutkan dengan berjalan kaki.
Selesai meninjau tempat training kami kembali ke Orchard, di tengah perjalanan Ita bertanya kepadaku.
Ita: "Ricky kamu tahu gak..., tempat jual kondom yang aneh-aneh di Singapore".
Aku: "Oh tahu gue..., itu dekat Lucky Plaza..., lu mau ke sana?"
Ita: "Iya donk ke sana yuk kita lihat-lihat", Kata Ita antusias sekali.
Edwin: "Ngapain ke sana..., jauh-jauh di Jakarta juga banyak."
Ita: "Yang disini lain..., banyak yang aneh-aneh".
Aku: "Iya..., deh Win..., kita lihat saja kesana..., lagian lu ngapain bengong di hotel".
Akhirnya kami bertiga ke condo di Lucky Plaza. Ita membeli kondom yang bisa menyala kalau malam. Sedangkan Edwin acuh tak acuh..., karena dia memang type aliran lurus tidak suka yang aneh-aneh, sedangkan Ita aku perhatikan, sepertinya sangat senang melihat barang-barang di sana. Matanya tampak mengawasi boneka berbentuk alat kelamin pria, dia sepertinya ingin beli, tapi malu sama Edwin.
Setelah itu kami bertiga menelusuri mall-mall sepanjang Orchard Road, Isetan, Takasimaya dll. Tak terasa kami bertiga sudah mengelilingi pertokoan hampir 3 jam, dan hari sudah sore.
Ita: "Aduh kaki gue, pegal banget deh..., ngaso dulu yuk".
Kami bertiga berhenti dulu sambil duduk dan merokok di taman. Wah, pemandangan di Orchard asyik-asyik. cewek di sana memakai bajunya berani..., paha dan tonjolan buah dada rasanya sudah hal biasa di sana.
Sedang asyik-asyiknya melihat tonjolan 'kismis' di baju cewek yang lewat, mendadak Edwin mengajak pulang, "Yuk Rick kita balik ke Hotel".
Ita tersenyum mengejekku, "Elu ganggu si Ricky aje..., Win..., orang lagi nikmat-nikmat ngeliat pemandangan".
Waduh ketahuan saya lagi ngeker oleh Ita.., ternyata dia memperhatikanku dari tadi.
Edwin: "Habis gue bosan..., dari tadi cuma duduk-duduk doang..., mendingan balik ke Hotel..., bisa tidur bisa ngaso".
Ita: "Sebentar lagi deh Win..., gue kagak kuat jalan..., kalau dipijitan nikmat kali yach?".
Aku: "Boleh entar gue pijitin deh, tapi bayarnya berapa?".
Ita: "Sambil tersenyum menggoda..., tapi pijitinnya nikmat kagak?".
Aku: "Dijamin merem-melek deh..., saking asyiknya".
Ita: "Huh..., Gombal".
Aku: "Tidak percaya boleh coba".
Ketika Jam sudah menunjukkan pukul 19:30 perutku terasa lapar sekali, aku ajak Edwin keluar untuk mencari makan di luar. Dia menolak alasannya capek. Lebih baik pesan di restauran hotel aja aku bel Ita, dia mau tapi kakinya pegal-pegal. Aku rayu dan kubilangi nanti dipijitin deh.
Ita: "Benar yach..., awas kalau bohong".
Kami bertemu di Lobby, Ita memakai baju kaos yang lehernya rendah sekali sehingga tampak buah dadanya yang putih dan kenyal. Di tengah perjalanan aku coba menggandeng tangan Ita waktu menyeberang jalan, dia tidak menolak. Permulaan yang baik kataku dalam hati. Sewaktu perjalanan pulang ke hotel Ita menempelkan tubuhnya ke badanku, sambil berkata: "Rick..., gue sudah kagak kuat jalan nich.
Aku: "Mau gue gendong".
Ita mencubit perutku, "Dasar laki-laki cari kesempatan aje", sewot Ita
Aku: "Bukan cari kesempatan, tapi gue mau tolongin kamu".
Akhirnya kami berdua jalan sambil berpelukan. Tangan Ita memeluk pinggangku dan tanganku memeluk pinggang Ita
Wangi parfum dari tubuh Ita membangkitkan naluri kelaki-lakianku. Tanpa kusadari penisku mulai bereaksi bangkit berdiri. Tanganku mulai jahil dan turun perlahan-lahan ke pantat Ita, yang padat dan bulat. Aku lihat respon Ita apakah dia marah?, ternyata diam saja. Wah, sepertinya dia mau juga pikirku sehingga aku makin berani saja.
Saat kami berdua di lift, tanganku merayap lagi dan menelusuri pantat Ita dan mengikuti alur celana dalamnya. Dia diam saja. Aku makin berani saja dan kucoba bergerak ke pangkal pahanya. Tiba-tiba dia bereaksi mencegah perjalananku menuju sasaran sambil berkata, "Eit..., Jangan nakal yach", tapi tanpa ada ekpresi marah dari wajahnya. Akhirnya Ita berhenti di lantai 6, kembali ke kamarnya sedangkan aku ke Lantai 10
Setiba di kamar kulihat Edwin sedang tiduran sambil membaca buku. Aku menonton TV sambil berbaring dan melamun bagaimana caranya untuk mendekati Ita. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22:00, kulihat Edwin mulai mengantuk. Aku mencoba tidur tapi tidak bisa karena pikiranku sudah dipenuhi fantasi-fantasi aroma parfum Ita, yah bukit kembarnya yang bulat terawat walupun dia sudah mempunyai anak 3 orang. Juga pantatnya yang wow kalau dipegang sepertinya bisa mem-ball. Wow, pokoknya nikmat di coba.
Dari pada pusing-pusing akhirnya aku keluar kamar mau merokok, karena Edwin tidak merokok. Sehingga tidak enak kalau aku merokok di kamar. Sambil menghisap asap rokok aku memutar akal bagaimana caranya agar bisa kencan dengan Ita yang jinak-jinak merpati, sepertinya nurut, tapi bikin panasaran. Akhirnya aku mendapatkan ide.
Aku naik ke lantai 6 dan aku tekan bel kamar 606..., ting-tung-ting-tung tidak lama kemudian pintu dibuka setengah dan Ita melongok dari dalam. Waduh..., Ita sudah memakai baju daster yang tipis, dimana di bawah cahaya lampu tampak lekuk tubuhnya yang aduhai seolah-olah hanya mengenakan BH dan celana dalam saja, makin membuat dadaku sesak napasnya.
Ita: "Ada apa Rick?".
Aku: "Gue sakit perut nich..., lu ada obat gak?".
Ita: "Elu sich makannya rakus", kemudian dia mempersilakan aku masuk
Sewaktu dia hendak mengambil obat dia membelakangiku. Tampak punggungnya yang putih mulus, ingin rasanya aku mencium punngung tsb.
"Nich Rick minum ini", dia memberi obat Pao Chee Pill..., aku sebenarnya tidak sakit perut, tapi demi misi dan tujuan aku tenggak saja obat tsb.
Ita: "Elu belon tidur Rick?"
Aku: "Belum Ta..., susah nich tidurnya".
Ita: "Edwin sudah tidur?"
Aku: "Udeh kali..., dia tadi gue lagi keluar aje..., sudah mau molor.
Ita: "Gue juga kagak bisa tidur..., kaki sama badan pegal semua..., kaya habis kerja bakti.
Ita kayanya mancing soal pijit-memijit lagi.
Aku: "Udeh sini gue pijitin..., bayarnya makan siang besok aje.., oke setuju?
Ita: "Jangan ah nanti ketahuan Edwin.
Aku: "Edwin kan di kamarnya..., lagian..., kita memang ngapain? orang pijitin doang.
Ita tersenyum malu...
Ita: "Ya deh boleh juga, tapi yang nikmat yach..., sambil tengkurap di ranjang.
Aku: "Pokoknya sip deh..., tapi ada body lotion gak?"
Ita: "Ada tuh di meja".
Aku mulai memijat Ita dari jari kaki ke betis dan Ita tampaknya menghayati pijatanku sampai di pantat Ita.
Aku: "Ta, buka bajunya nanti kotor.., kena lotion.
Ita: "Gak usah deh Rick.., cukup kaki saja".
Aku: "Kalau dipijit tuh tidak boleh tanggung-tanggung nanti malah kagak nikmat".
Ita menuruti juga permintaanku. Aku memijat dari betis ke pantat, kadang-kadang jari-jariku nakal menyentuh lembah bukit rayanya yang masih dibalut oleh celana dalamnya. Dia tampak kegelian dengan terlihat pantatnya yang menggerinjal dan keras.
Kemudian tanganku menjelajahi punggungnya yang halus seperti sutra, sesampainya di tali BH-nya dengan cepat tanganku melucuti kancing BH-nya. Ita mendadak hendak bangun dan berucap, "Jangan Rick..!
Aku tahan punggung Ita, " Jangan takut Ta gue kagak ngapa-ngapain..., lu bisa teriak kalau gue macem-macem dan gue bisa dihukum mati di sini, percaya deh sama gue". Ita akhirnya menurut juga. Tampak di mataku sosok tubuh yang indah serta leher yng jenjang. Ingin rasanya kedua tanganku menyusup ke bawah punggung dan memegang kedua gunung kembar yang mancung lembut dan kenyal. Tanpa terasa ular nagaku mengeras kencang sekali, sekan-akan hendak berontak dari celanaku.
Pijatanku beralih lagi ke jari kaki dan terus menggelosor menuju punggung. Tapi terhalang oleh celana dalam.
Perlahan-lahan kugigit celana dalam yang berwarna cream tsb dengan gigiku dan kutarik ke bawah
"Jangan Rick..., jangan...".
Ita mencoba menahan laju celana dalamnya, tetapi yang tersentuh tangannya adalah rambutku.
"Rick jangan dong..., ah...".
Aku: "Tenang Ta tidak apa-apa nanti pijitinnya bisa meluncur dari atas ke bawah,kalau kagak celanamu kotor tuh...", rayuku. Ita tampaknya juga sudah mulai terangsang dengan pijatan-pijatanku, akhirnya dia pasrah.
Kutarik CD-nya dengan gigiku sampai ke bawah dan tercium olehku aroma lembah bukit raya Ita..., dan kulihat CD Ita ada bercak pulau, rupanya Ita sudah sangat terangsang. Tampak olehku semak belukar Ita yang tertata rapi bagai rumput peking dan belahan goanya yang berwarna merah muda dan lembab oleh cairan. Otakku sudah tidak terkontrol lagi. Kusergap Goa Ita dengan kedua bibirku..., terasa di pipiku sentuhan semak belukar Ita yang halus dan aroma vaginanya yang menyengat.
Ita: "Rick jangan..., jangan..., jangan...", sambil tangannya memegang rambut di kepalaku. Aku tidak peduli, kumasuki liang surgawinya dengan ujung lidahku. Terasa cairan aneh di ujung lidahku dan aroma yang menyengat. Tubuh Ita menggigil hebat dan pantatnya menegang karena menahan geli yang tidak tertahankan. Tangannya yang tadinya mencoba menahan laju serangan mulutku sekarang berbalik menekan kepalaku agar terbenam ke dalam vaginanya. Aku makin bersemangat memainkan ujung lidahku menyapu dinding vagina Ita dan kadang-kadang kugigit perlahan gumpalan 2 butir daging di vagina Ita.
Ita hanya bisa berseru lirih, "Rickk..., jangan..., jangan..., Rickk..., ohh jangan".
Tapi gerakan tangan dia dengan apa yang dikeluarkan dari mulutnya sangat berlawanan. Karena sudah tidak kuat menahan serangan lidahku yang bertubi-tubi. Akhirnya Ita membalikkan tubuhnya sehingga sekarang dia dalam posisi telentang dimana tadinya dalam posisi tengkurap dan kedua kakinya melingkar di leherku sambil kedua tangannya menjambak rambutku dan menekan keras kepalaku ke arah daerah terlarangnya yang sudah basah sekali. Dia menekan kepalaku dan menaik-turunkan pinggulnya ke wajahku seakan-akan wajahku hendak dibenamkan ke vaginanya.
"Rick..., ss ohh Riick.., Ohss..., Ricckk!
Tiba-tiba terasa olehku cairan hangat mebanjiri vaginanya sampai mukaku ikut lengket terkena cairan tsb, rupanya Ita sudah mencapai klimaksnya. Tubuhnya mendadak kaku dan kepalaku ditekan keras sekali ke arah vaginanya sampai-sampai aku tidak bisa bernapas. Setelah itu pegangan Ita mengendor sehingga aku bisa mengangkat kepalaku dari jepitan kedua belah pahanya yang sintal dan kenyal. Momentum tsb tidak kusia-siakan aku cepat-cepat melepas bajuku dan celanaku. Sekarang aku telanjang dengan penis yang menantang ke arah Ita. Aku naik ke ranjang dan kudekatkan penisku yang besar dan kekar ke arah wajah Ita. Ita tampak tersenyum puas masih dalam posisi telentang. Dengan sigap digenggamnya batang penisku ke dalam genggaman tangannya yang halus dan di kulumnya kedua biji penisku ke dalam mulutnya, "Slop..., slop.., slop...", terdengar bunyi air liur dari mulut Ita. Tubuhku menggigil dengan hebatnya dan tampak kepala penisku semakin membesar dan mengkilap.
Kemudian lidah Ita menyapu perlahan-lahan dari kedua buah salak sampai kepala penisku. Lalu mengulum kepala penisku yang besar dan mengkilap ke dalam mulutnya sampai mulutnya seperti penuh sesak oleh kepala penisku. Dia memaju-mundurkan mulutnya diikuti oleh gerakan pinggulku maju-mundur ke arah muka Ita, "Slop..., slop..., slop..., ckk..., ahh Taa..., Ahh Taa..., Taa..., aa..., Oouhh".
Tiba-tiba terasa olehku kegelian yang sangat-sangat luar biasa, dimana terasa kepala penisku seolah-olah membengkak dan bersamaan dengan itu keluarlah lahar yang panas dari lubang kepala penisku, "Cret..., crett, cerst, ccrest..., crestt..., cretss", tidak terhitung olehku berapa kali aku menyemprotkan lahar panas ke mulut Ita. Terlihat cairan putih kental meleleh dari mulut Ita membanjiri wajahnya, lalu tubuhku ambruk di samping Ita.
Senin, 28 September 2015
Mbak Guru Les Privatku Yang Hot
Namaku Anton, murid SMA ***-***. Orang tuaku juga lulusan dari SMA itu sehingga aku juga di suruh sekolah di SMA yang siswanya cowok semua. Aku paling tidak bisa pelajaran Fisika dan Matematika, makanya Papa menyuruhku les privat Matematika dan Fisika. Nah guru lesku itu seorang mahasiswi ***-***, yang tinggal menunggu skripsi, wajahnya imut, cakep, putih, tingginya kira-kira 165, apalagi payudaranya, mengairahkan meskipun berukuran sedang.
Dia memberi les privat padaku tiap hari senin, rabu dan jum'at. Di sekolah, pagi harinya aku menerima pelajaran biologi tentang organ kelamin manusia. Nah waktu pulang aku les privat jam 5 sore. Eh, waktu les secara tidak sengaja aku melihat bra guru lesku (Lisa namanya, aku memanggilnya Ci Lisa) yang membuatku dag-dig-dug, lalu aku memberanikan diri bertanya pada guru lesku.
"Ci, aku mau tanya nih, boleh nggak?".
Lalu dia menjawab, "tanya apa?".
Lalu aku jelasin saja, aku ada pertanyaan soal biologi, dan dia mau menerangkannya. Wah, aku sampai senang sekali.
Pada hari jumat Papaku pergi ke Surabaya menjenguk pamanku di sana. Nah waktu itu aku memberanikan bertanya lagi soal biologi yang kemarin, akhirnya aku bilang pada guru lesku.
"Ci, kalau aku mau liat vagina yang beneran boleh nggak Ci?", aku sudah deg-degan juga takut kalau dia marah. Eh tidak tahunya malah dia senyum, terus bilang padaku.
"Emangnya kamu mau lihat punya Cici ya Ton?", tanyanya yang membuatku melonjak kegirangan.
Lalu aku jawab saja, "Ya kalo Ci Lisa tidak keberatan mau dong lihat".
Lalu dia jawab, "Tapi ntar Cici lihat punya Anton juga ya".
Wah, aku langsung saja mengangguk.
Ci Lisa bertanya, "Mau lihat di sini Ton?".
Aku jawab, "Enggak Ci, ke kamar Anton saja yuk biar nggak kelihatan pembantu".
Sehabis itu aku dan Ci Lisa masuk ke kamarku, kemudian aku kunci kamarku, Ci Lisa mulai melepaskan baju dan BH-nya. Lalu dia menjelaskan sambil aku ngiler melihatnya.
Dia bertanya padaku, "Mau pegang nggak Ton?".
Aku balas bertanya, "Boleh Ci?", dia mengangguk manja. Lalu aku pegang-pegang saja payudaranya, gila empuknya sekali. Putingnya merah kecoklat-coklatan menghias di payudaranya.
Setelah aku puas memegang payudaranya, Ci Lisa menyuruhku mengisapnya, pertamanya ada perasaan canggung tapi lama-lama nikmat juga puting susunya, dan diapun mengerang-erang. Aku takut juga waktu dia mengerang.
Lalu aku berkata, "Ci aku hidupkan musik ya biar pembantu nggak dengar suara Cici", (aku pasang music keras keras).
Ci Lisa menagih janjinya, "Ton Cici mau lihat dong punya Anton."
Dan aku bilang, "Lho kan yang punya Ciici, Anton belum lihat, lihat dulu dong Ci." (Ci Lisa membuka celana serta celana dalamnya). Wah, ketika aku melihat vaginanya, penisku langsung bergetar, bagus benar bentuk vaginanya, masih rapat agak kemerahan dihiasi bulu-bulu halus. Kemudian aku dekati dan kupegang vaginanya, Ci Lisa mengerang-ngerang keenakan. Lalu dia bilang, "Ton lihat dong punya kamu", akhirnya aku buka juga celanaku dan memperlihatkan penisku yang sudah tegang kepadanya (punyaku panjangnya 14 cm lebar 4 cm) Ci Lisa mengelusnya. Wah gila nikmat sekali, langsung berdiri tegak penisku.
Ci Lisa yang penasaran bertanya, "Kamu pernah have seks Ton?".
Aku jawab", Nggak pernah Ci, Cici pernah?", dia menggeleng. Kemudian dia menawariku mau nggak have seks dengannya. Ya jelas aku mau, tapi benar hingga kini aku tidak tahu cara bermain seks. Dia yang membimbing penisku ke vaginanya, sambil kuhisap-hisap putingnya. Sakit juga waktu pertama kali masuk tapi nikmat juga..., seperti di pijit-pijit, apalagi vaginanya masih sempit. Ci Lisa mengerang-erang ketika penisku masuk ke vaginanya. Pertamanya aku tidak tahu mau diapakan penisku di dalam vaginanya, jadi aku diamkan saja. Lalu dia menyuruh menggoyang pantatnya keluar masuk, dan tanpa menunggu perintah lagi aku keluar masukkan, "Arhh enaknya..., vagina perawan gitu". Kangen aku pada Cici lesku itu. Aku keluar-masukkan penisku berulang-ulang, sampai akhirnya kita orgasme bersama. Aku benar-benar puas, dan kita lakukan itu setiap kali ada kesempatan. Setiap saat dia memberiku Privat Lesson.
Dia memberi les privat padaku tiap hari senin, rabu dan jum'at. Di sekolah, pagi harinya aku menerima pelajaran biologi tentang organ kelamin manusia. Nah waktu pulang aku les privat jam 5 sore. Eh, waktu les secara tidak sengaja aku melihat bra guru lesku (Lisa namanya, aku memanggilnya Ci Lisa) yang membuatku dag-dig-dug, lalu aku memberanikan diri bertanya pada guru lesku.
"Ci, aku mau tanya nih, boleh nggak?".
Lalu dia menjawab, "tanya apa?".
Lalu aku jelasin saja, aku ada pertanyaan soal biologi, dan dia mau menerangkannya. Wah, aku sampai senang sekali.
Pada hari jumat Papaku pergi ke Surabaya menjenguk pamanku di sana. Nah waktu itu aku memberanikan bertanya lagi soal biologi yang kemarin, akhirnya aku bilang pada guru lesku.
"Ci, kalau aku mau liat vagina yang beneran boleh nggak Ci?", aku sudah deg-degan juga takut kalau dia marah. Eh tidak tahunya malah dia senyum, terus bilang padaku.
"Emangnya kamu mau lihat punya Cici ya Ton?", tanyanya yang membuatku melonjak kegirangan.
Lalu aku jawab saja, "Ya kalo Ci Lisa tidak keberatan mau dong lihat".
Lalu dia jawab, "Tapi ntar Cici lihat punya Anton juga ya".
Wah, aku langsung saja mengangguk.
Ci Lisa bertanya, "Mau lihat di sini Ton?".
Aku jawab, "Enggak Ci, ke kamar Anton saja yuk biar nggak kelihatan pembantu".
Sehabis itu aku dan Ci Lisa masuk ke kamarku, kemudian aku kunci kamarku, Ci Lisa mulai melepaskan baju dan BH-nya. Lalu dia menjelaskan sambil aku ngiler melihatnya.
Dia bertanya padaku, "Mau pegang nggak Ton?".
Aku balas bertanya, "Boleh Ci?", dia mengangguk manja. Lalu aku pegang-pegang saja payudaranya, gila empuknya sekali. Putingnya merah kecoklat-coklatan menghias di payudaranya.
Setelah aku puas memegang payudaranya, Ci Lisa menyuruhku mengisapnya, pertamanya ada perasaan canggung tapi lama-lama nikmat juga puting susunya, dan diapun mengerang-erang. Aku takut juga waktu dia mengerang.
Lalu aku berkata, "Ci aku hidupkan musik ya biar pembantu nggak dengar suara Cici", (aku pasang music keras keras).
Ci Lisa menagih janjinya, "Ton Cici mau lihat dong punya Anton."
Dan aku bilang, "Lho kan yang punya Ciici, Anton belum lihat, lihat dulu dong Ci." (Ci Lisa membuka celana serta celana dalamnya). Wah, ketika aku melihat vaginanya, penisku langsung bergetar, bagus benar bentuk vaginanya, masih rapat agak kemerahan dihiasi bulu-bulu halus. Kemudian aku dekati dan kupegang vaginanya, Ci Lisa mengerang-ngerang keenakan. Lalu dia bilang, "Ton lihat dong punya kamu", akhirnya aku buka juga celanaku dan memperlihatkan penisku yang sudah tegang kepadanya (punyaku panjangnya 14 cm lebar 4 cm) Ci Lisa mengelusnya. Wah gila nikmat sekali, langsung berdiri tegak penisku.
Ci Lisa yang penasaran bertanya, "Kamu pernah have seks Ton?".
Aku jawab", Nggak pernah Ci, Cici pernah?", dia menggeleng. Kemudian dia menawariku mau nggak have seks dengannya. Ya jelas aku mau, tapi benar hingga kini aku tidak tahu cara bermain seks. Dia yang membimbing penisku ke vaginanya, sambil kuhisap-hisap putingnya. Sakit juga waktu pertama kali masuk tapi nikmat juga..., seperti di pijit-pijit, apalagi vaginanya masih sempit. Ci Lisa mengerang-erang ketika penisku masuk ke vaginanya. Pertamanya aku tidak tahu mau diapakan penisku di dalam vaginanya, jadi aku diamkan saja. Lalu dia menyuruh menggoyang pantatnya keluar masuk, dan tanpa menunggu perintah lagi aku keluar masukkan, "Arhh enaknya..., vagina perawan gitu". Kangen aku pada Cici lesku itu. Aku keluar-masukkan penisku berulang-ulang, sampai akhirnya kita orgasme bersama. Aku benar-benar puas, dan kita lakukan itu setiap kali ada kesempatan. Setiap saat dia memberiku Privat Lesson.
Cewek Supermarket Yang Hot
Aku bekerja sebagai sales assistant di sebuah supermarket Y di Bandung. Di tempat kerjaku ada seorang cewek bernama Ita. Ita adalah cewek yang paling akrab denganku. Segala masalahnya akan dia beritahukan padaku. Ita memang cantik, kulitnya putih, matanya bulat, buah dadanya pun membulat, tidak terlalu besar tapi cukup menantang membuat setiap laki-laki yang dekat dengannya ingin selalu menjamahnya. Siapapun yang melihat tubuh Ita pasti naik nafsu syahwatnya. Pantat Ita mengiurkan juga. Rambutnyapun panjang sebahu.
Suatu hari Ita datang padaku", Fer belakang badan Ita gatal-gatal nih", Ita memberitahuku akan masalahnya.
"Tolong gosokkan ya, Fer" Ita menyuruhku.
"Kalau begitu kemarilah", balasku dengan sedikit terkejut.
"Disini saja, di dalam gudang lebih nikmat" Ita memberitahuku dengan suara yang amat lembut dan begitu manja. Hatiku jadi cair.
"Fer" Ita menarik tanganku menuju ke dalam gudang yang tak jauh dari tempat kami berdiri tadi.
Kemudian Ita mengunci pintu gudang itu, serta mengambil bedak antiseptik di rak yang berdekatan, lalu mengulurkannya kepadaku. Aku tak sungkan-sungkan lagi, terus saja menaburkan bedak itu di atas telapak tanganku. Ita menarik baju yang dipakainya ke atas hingga sebatas tengkuk. Aku menelan ludah melihat ke belakang badan Ita, yang selama ini tak pernah aku lihat tanpa busana. Aku menepuk bedak yang ada di tanganku ke atas badan Ita. Hangat badannya. Aku mulai menggosok. Sesekali Ita kegelian, ketika aku mengurutkan jariku pada alur di tengah belakang badan Ita. Aku menggosok rata. Ita meraba-raba kancing BH-nya, lalu dilepaskannya, maka terurailah tali BH-nya itu di belakang badannya itu. berdesir darahku, aku menelan air liur, melihat aksi Ita yang berani itu tadi. Aku terus menggosok, dengan hati yang berdebar-debar. Aku merasa batang penisku sudah mulai mengeras. Aku merasa tak tahan. Tengah menggosok belakang badan Ita, tanganku secara perlahan-lahan merayap ke dada Ita.
"Hei! Apa-apaan nih", Ita melarang sambil menepuk tanganku.
"Ohh! sorry", aku meminta maaf.
Tanganku kembali ke bekakang. BH yang Ita pakai masih melekat di dadanya, menutupi buah dadanya yang mungil itu. Aku terus menggosok, kali ini turun sampai ke batas pinggang. Aku memberanikan diri mengurut ke dalam rok Ita, tetapi Ita menepuk lagi tanganku.
"Jangan!", larang Ita lagi.
"Sudah hilang belum gatal itu?", Tanyaku pada Ita.
"Belum!" jawab Ita pendek.
Aku merasa semakin terangsang, batang penisku semakin mengeras dan mula tegang! Aku coba lagi untuk meraba ke dada Ita, kini aku telah dapat memegang buah dada Ita yang lembut itu, yang tertutup dengan BH berwarna putih. Ita tidak lagi menepuk tanganku tetapi dia memegang tanganku yang aku takupkan pada payudaranya itu. Aku mulai meremas buah dada Ita. Ita menggeliat geli sambil tangannya memegang pergelangan tanganku. Ita nampak sudah mula merasa terangsang. Aku mencium tengkuk Ita. Dia masih menggeliat-geliat akibat remasan serta ciumanku. Buah dadanya aku rasa sudah semakin menegang. Jariku kini memainkan peranan memilin-milin puting susu Ita pula! Aku sadari tadi memeluk Ita dari belakang. Batang penisku yang keras menonjol itu aku gesek-gesekkan pada alur pantat Ita. Ita ketawa kecil, merangsang sekali! Ita membuka kancing bajunya dan terus menanggalkannya berserta BH-nya dan mencampakkannya di atas lantai.
Kini payudara Ita tak tertutup apa-apa lagi. Aku terus meremas-remas dan membalikkan badan Ita supaya berhadapan denganku. Ita menciumku rakus sekali, sambil mengulum-ngulum lidahku. Akupun begitu juga membalas dengan rakus serangan Ita. Aku menanggalkan bajuku. Ita mencium dadaku, perutku. Aku tetap mengecup-ngecup buah dada nya yang sudah mengeras tegang. Tanganku menekan-nekan pantatnya. Batang penisku semakin menegang. Tiba-tiba Ita berlutut, lalu membuka retsleting celanaku. Dia menarik keluar batang penisku yang tegak keras. Ita merasa kagum melihat batang penisku yang menegang secara maksimal itu. Ita menguak rambutnya ke belakang dan meng-"karaoke" batang kejantananku. Dia menggengam dengan rapi. Sambil mengulum secepat-cepatnya.
Ita mengarahkan batang penis ke matanya, hidungnya, ke pipinya. Ita mencium sekitar batang penisku. Aku merasa nikmat sekali. Ita terus mengulum penisku hingga ke pangkal makin lama semakin cepat. Aku merasa kepala penisku terkena anak tekak Ita. Ngilu rasanya! Aku juga membantu Ita dengan mendorong dan menarik kepalanya.
"Ita, sudah hampir keluar! Sudah hampir keluar! Ita sengaja berlagak tak tahu saja, ketika aku katakan maniku sudah hendak keluar. Ita masih mengulum. Air maniku tersemprot memenuhi rongga mulut Ita. Dia lantas mencabut keluar penisku lalu menjilat-jilat air maniku. Dia nampaknya menikmati sekali. Penisku jadi lembek kembali!
"Aik! belum apa-apa sudah lembek".
Ita mengulum lagi penisku. Penisku jadi tegang lagi. Ita tersenyum memandangnya. Aku membuka celana. Ita duduk di atas meja. Aku berlutut menarik rok dan celana dalamnya. Ita sudah bugil di depanku. Bulu yang tipis warna pirang menutupi vaginanya. Aku mencium sekitarnya. Ita meletakkan kedua belah kakinya di atas bahuku. Aku mengangkangkan paha Ita. Bibir vaginanya sedikit terbuka. Aku menjilatinya. Aku buka sedikit dengan jari lalu mengoreknya sedikit demi sedikit jariku menyodok vagina Ita.
"Argh, argh, argh!" Ita mengerang perlahan. Vaginanya terlihat basah sekali. Aku meletakkan kepala penisku ke pintu vaginanya. Aku sodok sedikit, "Argh!" Ita mengerang lagi. Laku aku tekan lagi. " Yes!" suara Ita perlahan. Aku menyodok lagi dalam sedikit dan terus ke pangkal. Aku mendorong dan menarik berulang kali. Ita makin terlihat lemas dan nikmat. Aku merasa kehangatan lubang vagina Ita. Ita mencabut penisku keluar. Dia turun dari atas meja dan mendorongku telentang lalu duduk di atas badanku dan memasukkan lagi penisku ke dalam lubang vaginanya itu. Dia mengayun ke atas dan ke bawah.
Tak lama dia tarik keluar lagi penisku. Ita kini agresif. Aku mendorongnya telentang lagi. Ita merapatkan payudaranya dengan kedua belah tangannya.
"Masukin di celah susuku dong! Masukin di celah susu ah..!" Ita menyuruhku. Aku tidak sungkan-sungkan lagi terus melakukannya tapi sebentar saja. Aku duduk dan Ita masih telentang, pahaku di bawah paha Ita, aku sodok lagi penisku ke dalam vaginanya. Aku mengayun dengan perlahan. Licin dan sedap rasanya Ita bangun dan bertiarap di atas meja, kakinya lurus ke lantai menungging! Akupun berdiri lalu membuat 'dog style'. Aku pegang kiri dan kanan pantat Ita dan mengayun lagi. Aku kemudian menyangkutkan sebelah kaki Ita di atas bahuku dalam posisi telentang. Aku sodok lagi tarik dan keluar dorong dan masuk ke dalam vaginanya, pokoknya malam itu kami merasakan kepuasan bersama dengan mencoba segala posisi.
Suatu hari Ita datang padaku", Fer belakang badan Ita gatal-gatal nih", Ita memberitahuku akan masalahnya.
"Tolong gosokkan ya, Fer" Ita menyuruhku.
"Kalau begitu kemarilah", balasku dengan sedikit terkejut.
"Disini saja, di dalam gudang lebih nikmat" Ita memberitahuku dengan suara yang amat lembut dan begitu manja. Hatiku jadi cair.
"Fer" Ita menarik tanganku menuju ke dalam gudang yang tak jauh dari tempat kami berdiri tadi.
Kemudian Ita mengunci pintu gudang itu, serta mengambil bedak antiseptik di rak yang berdekatan, lalu mengulurkannya kepadaku. Aku tak sungkan-sungkan lagi, terus saja menaburkan bedak itu di atas telapak tanganku. Ita menarik baju yang dipakainya ke atas hingga sebatas tengkuk. Aku menelan ludah melihat ke belakang badan Ita, yang selama ini tak pernah aku lihat tanpa busana. Aku menepuk bedak yang ada di tanganku ke atas badan Ita. Hangat badannya. Aku mulai menggosok. Sesekali Ita kegelian, ketika aku mengurutkan jariku pada alur di tengah belakang badan Ita. Aku menggosok rata. Ita meraba-raba kancing BH-nya, lalu dilepaskannya, maka terurailah tali BH-nya itu di belakang badannya itu. berdesir darahku, aku menelan air liur, melihat aksi Ita yang berani itu tadi. Aku terus menggosok, dengan hati yang berdebar-debar. Aku merasa batang penisku sudah mulai mengeras. Aku merasa tak tahan. Tengah menggosok belakang badan Ita, tanganku secara perlahan-lahan merayap ke dada Ita.
"Hei! Apa-apaan nih", Ita melarang sambil menepuk tanganku.
"Ohh! sorry", aku meminta maaf.
Tanganku kembali ke bekakang. BH yang Ita pakai masih melekat di dadanya, menutupi buah dadanya yang mungil itu. Aku terus menggosok, kali ini turun sampai ke batas pinggang. Aku memberanikan diri mengurut ke dalam rok Ita, tetapi Ita menepuk lagi tanganku.
"Jangan!", larang Ita lagi.
"Sudah hilang belum gatal itu?", Tanyaku pada Ita.
"Belum!" jawab Ita pendek.
Aku merasa semakin terangsang, batang penisku semakin mengeras dan mula tegang! Aku coba lagi untuk meraba ke dada Ita, kini aku telah dapat memegang buah dada Ita yang lembut itu, yang tertutup dengan BH berwarna putih. Ita tidak lagi menepuk tanganku tetapi dia memegang tanganku yang aku takupkan pada payudaranya itu. Aku mulai meremas buah dada Ita. Ita menggeliat geli sambil tangannya memegang pergelangan tanganku. Ita nampak sudah mula merasa terangsang. Aku mencium tengkuk Ita. Dia masih menggeliat-geliat akibat remasan serta ciumanku. Buah dadanya aku rasa sudah semakin menegang. Jariku kini memainkan peranan memilin-milin puting susu Ita pula! Aku sadari tadi memeluk Ita dari belakang. Batang penisku yang keras menonjol itu aku gesek-gesekkan pada alur pantat Ita. Ita ketawa kecil, merangsang sekali! Ita membuka kancing bajunya dan terus menanggalkannya berserta BH-nya dan mencampakkannya di atas lantai.
Kini payudara Ita tak tertutup apa-apa lagi. Aku terus meremas-remas dan membalikkan badan Ita supaya berhadapan denganku. Ita menciumku rakus sekali, sambil mengulum-ngulum lidahku. Akupun begitu juga membalas dengan rakus serangan Ita. Aku menanggalkan bajuku. Ita mencium dadaku, perutku. Aku tetap mengecup-ngecup buah dada nya yang sudah mengeras tegang. Tanganku menekan-nekan pantatnya. Batang penisku semakin menegang. Tiba-tiba Ita berlutut, lalu membuka retsleting celanaku. Dia menarik keluar batang penisku yang tegak keras. Ita merasa kagum melihat batang penisku yang menegang secara maksimal itu. Ita menguak rambutnya ke belakang dan meng-"karaoke" batang kejantananku. Dia menggengam dengan rapi. Sambil mengulum secepat-cepatnya.
Ita mengarahkan batang penis ke matanya, hidungnya, ke pipinya. Ita mencium sekitar batang penisku. Aku merasa nikmat sekali. Ita terus mengulum penisku hingga ke pangkal makin lama semakin cepat. Aku merasa kepala penisku terkena anak tekak Ita. Ngilu rasanya! Aku juga membantu Ita dengan mendorong dan menarik kepalanya.
"Ita, sudah hampir keluar! Sudah hampir keluar! Ita sengaja berlagak tak tahu saja, ketika aku katakan maniku sudah hendak keluar. Ita masih mengulum. Air maniku tersemprot memenuhi rongga mulut Ita. Dia lantas mencabut keluar penisku lalu menjilat-jilat air maniku. Dia nampaknya menikmati sekali. Penisku jadi lembek kembali!
"Aik! belum apa-apa sudah lembek".
Ita mengulum lagi penisku. Penisku jadi tegang lagi. Ita tersenyum memandangnya. Aku membuka celana. Ita duduk di atas meja. Aku berlutut menarik rok dan celana dalamnya. Ita sudah bugil di depanku. Bulu yang tipis warna pirang menutupi vaginanya. Aku mencium sekitarnya. Ita meletakkan kedua belah kakinya di atas bahuku. Aku mengangkangkan paha Ita. Bibir vaginanya sedikit terbuka. Aku menjilatinya. Aku buka sedikit dengan jari lalu mengoreknya sedikit demi sedikit jariku menyodok vagina Ita.
"Argh, argh, argh!" Ita mengerang perlahan. Vaginanya terlihat basah sekali. Aku meletakkan kepala penisku ke pintu vaginanya. Aku sodok sedikit, "Argh!" Ita mengerang lagi. Laku aku tekan lagi. " Yes!" suara Ita perlahan. Aku menyodok lagi dalam sedikit dan terus ke pangkal. Aku mendorong dan menarik berulang kali. Ita makin terlihat lemas dan nikmat. Aku merasa kehangatan lubang vagina Ita. Ita mencabut penisku keluar. Dia turun dari atas meja dan mendorongku telentang lalu duduk di atas badanku dan memasukkan lagi penisku ke dalam lubang vaginanya itu. Dia mengayun ke atas dan ke bawah.
Tak lama dia tarik keluar lagi penisku. Ita kini agresif. Aku mendorongnya telentang lagi. Ita merapatkan payudaranya dengan kedua belah tangannya.
"Masukin di celah susuku dong! Masukin di celah susu ah..!" Ita menyuruhku. Aku tidak sungkan-sungkan lagi terus melakukannya tapi sebentar saja. Aku duduk dan Ita masih telentang, pahaku di bawah paha Ita, aku sodok lagi penisku ke dalam vaginanya. Aku mengayun dengan perlahan. Licin dan sedap rasanya Ita bangun dan bertiarap di atas meja, kakinya lurus ke lantai menungging! Akupun berdiri lalu membuat 'dog style'. Aku pegang kiri dan kanan pantat Ita dan mengayun lagi. Aku kemudian menyangkutkan sebelah kaki Ita di atas bahuku dalam posisi telentang. Aku sodok lagi tarik dan keluar dorong dan masuk ke dalam vaginanya, pokoknya malam itu kami merasakan kepuasan bersama dengan mencoba segala posisi.
Minggu, 27 September 2015
Kau Berikan Keperawanmu Ketika Perpisahan
Nama saya Asep (Bukan nama sebenarnya), saya asli anak kampung lahir dilereng pegunungan Bandung Barat (Jawa Barat). Kisah nyata ini berawal sejak saya masuk PSD1 (Pendidikan Setara Diploma) di Bandung, nama gadis itu Lilis (Bukan nama sebenarnya), kelahiran PB (RIAU) yang dikirim orangtuanya ke Bandung untuk menuntut ilmu.
Singkat cerita setelah kenal selama kurang-lebih 3 bulan, saya dengan Lilis pulang dari kuliah bareng seperti biasanya. Sebelum pulang Lilis meminta saya untuk mencium keningnya (Jelas saya lakukan, saya cinta). Tiba-tiba setelah saya melangkahkan kaki beberapa langkah, tiba-tiba Lilis memanggil, "Sep... kesini sebentar", langkahku terhenti dan membalikan badan untuk menghampirinya. Serta dia berbisik, "Kedalam dulu yuk..., di dalam nggak ada siapa-siapa", saya berhenti sejenak lalu masuk. Di rumahnya hanya bertiga (Kakaknya, Lilis, dan Adiknya).
Kemudian saya dipersilakan duduk kemudian Lilis berkata, "Sebentar yach saya ganti baju dulu." 3 menit kemudian Lilis datang dengan membawa air minum dan duduk di samping saya. Kemudian dengan sedikit keberanian saya mencium bibir Lilis, dia hanya tertunduk malu sambil berkata "Ich.. Asep jangan gitu ach..." dan pipinya memerah menambah kecantikannya. Saya bilang, "Lilis... kamu cantik dech kalau pipi kamu merah..." lalu Lilis menyubit pas di kemaluan, saya sedikit teriak "Aduh... sakit donk." Kemudian Lilis langsung memegang kemaluan saya dan berkata, "Coba saya lihat..." sambil membuka retsleting celana saya. "Jangan ach malu..." kata saya. Tanpa memikirkan hal apapun saya merelakan kemaluanku dilihat sama Lilis, Lilis bilang "Bagus yach... gede dan rada bengkok." Saya bilang "Lilis... kamu mau?" tanpa menjawab ia hanya merebahkan badannya di kursi panjang tempat saya duduk, tanpa berpikir panjang saya lalu menindih dia, saya ciumi dia, saya buka kancing bajunya dan saya buka juga BH-nya. Susunya masih kecil seukuran dengan kepalan tangan. Saya julurkan lidah saya diputar ke kiri dan kanan, ke atas dan ke bawah untuk memainkan puting yang masih kecil. Payudaranya semakin lama semakin mengeras dan kepala saya semakin ditekan ke payudaranya, sambil memanggil-manggil nama saya "Terus.. Sep, terus Sep.., nikmat... sekali Sep" dan terdengar desahan kecil "aacchh..." barengan itu pula saya ingin ke belakang, rasanya kepingin pipis, sambil mengangkat kepala dari payudaranya. Saya bertanya berbisik "Ech.. kamar kecilnya dimana", dia menjawab sambil mengangkat tangannya menunjukan arah, "Masuk ke situ... lurus lalu belok kanan", tanpa berpikir panjang saya langsung lari ke kamar kecil dan keluarlah "cairan perjaka" yang pertama.
Tanpa sepengetahuan saya Lilis ternyata mengikuti dari belakang, lalu masuk ke kamar kecil itu dan bertanya sambil melihat kemaluanku, "Sep... kamu kok tiba-tiba lari, kenapa?" Aku hanya terdiam dan aku tak tahu apa yang terjadi, badanku terasa lemas seperti yang sudah menempuh perjalanan jauh. Kemudian Lilis membuka baju dan BH-nya yang sudah terlepas tadi. "Mandi ach..." Lilis bilang, tanpa rasa malu dia membuka seluruh pakaiannya di depan saya dan di gantungkannya di paku dinding kamar mandi. Kemudian saya berpikir "Apa yang sedang saya lakukan?", Lilis dengan tiba-tiba sangat bernafsu menciumi bibir dan leher saya, serta tangannya yang terampil mengocok kemaluan saya yang dari tadi nongol dari retsleting yang belum saya tutup sampai terasa ngilu. Tangan Lilis yang sebelah kiri memegang pundak saya dan tangan yang sebelahnya lagi tangan kanan menuntun kemaluan saya yang tadi dikocok-kocok untuk dimasukan ke dalam vaginanya. Lilis berbisik, "Sep... kok nggak masuk-masuk...", saya bilang "Nggak tahu atuh, saya nggak bisa memasukannya, kayaknya terlalu sempit nich..." Lalu Lilis berbisik, "Kita pindah saja yuk kekamar, biar nggak susah", sebelum kaki melangkah kami dikejutkan oleh bunyi bel pintu depan "Ding-Dong" (Waduh kagetnya minta ampun, jantung rasanya nggak karuan). Kami berdua saling bertatapan sejenak, kemudian dengan spontan Lilis meraih baju, BH serta CD-nya yang digantung di paku, saya langsung lari ke depan untuk membuka pintu, ternyata yang dateng orangtuanya dari Riau (kakaknya ternyata jemput orangtuanya dari Airport). Pas buka pintu langsung kakaknya bertanya, "Dimana si Lilis, kok nge-bel dari tadi nggak di buka-buka pintunya, lagi pada ngapain sich kalian?" Saya menjawab "Dari tadi Lilis ada dibelakang, saya disini... lalu Lilis teriak meminta agar saya membukakan pintunya, maafkan saya kak..., karena saya selaku tamu di sini tidak ada hak untuk membuka pintu tanpa seizin tuan rumah. Dan saya kira tadi bukan kakak, jadi tidak saya buka." Kemudian sambil masuk ke dalam kakaknya bergumam, "Ach.. dasar kamu pintar cari alasan."
Setelah itu orangtuanya Lilis berbincang-bincang dengan saya (Interogasi), tanya asal-usul, orangtua, pekerjaan orangtua, rumah, pokoknya segalanya. Dan saya jelaskan semuanya, saya di Bandung ini sejak masuk SMP (yach... inilah nasib anak kampung). Kemudian terdengar suara ibunya memarahi Lilis, "Ngapain kamu pacaran sama anak kampung gitu..., mau diberi makan apa kamu sama dia, pokoknya Mama nggak setuju kamu berhubungan sama dia." Beberapa menit kemudian Lilis datang dengan mata berkaca-kaca, merah tanda mau menangis dan ia meminta saya untuk meninggalkan rumah itu. Tidak banyak berkata saya langsung pulang tanpa pamit dan saya mengerti, serta mendengar apa yang ibunya bilang. Waktu itu menjelang pukul 18:00, aku pulang ke rumah dengan 1001 pikiran dan pertanyaan, mengapa hal ini terjadi pada saya? Di tempat tidur kira-kira pukul 19:25 saya melamun memikirkan apa yang sudah saya alami siang tadi. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu sambil mengucapkan "salam", dalam pikiranku "perasaan saya hafal suara itu" pas saya buka ternyata Lilis datang dengan wajah dan rambut lusuh dibasahi dengan keringat dan air mata, kemudian tanpa banyak bicara saya peluk, saya cium keningnya dan saya minta untuk menceritakan kenapa bisa begini. Sambil tersedu-sedu Lilis menjelaskan semuanya, bahwa setelah saya pulang Lilis bertengkar hebat dengan orangtuanya, lantas ia minta izin untuk tidur di rumah temannya yang bernama Ina (bukan nama sebenarnya, yang sudah ia hubungi). Jika ortunya telepon bilangin Lilis ada disini, tapi sudah tidur, padahal sebenarnya Lilis ke rumah saya "Dengan dalih nginap dirumah Ina."
Kemudian saya siapkan air hangat, saya bikin nasi goreng dan saya siapkan juga baju piyama (maklum saat itu ortu masih di kampung dan rumah itu hanya cukup buat sendiri, jadi apa-apa melakukan sendiri). Kemudian kami makan nasi goreng yang saya buat, lalu Lilis mengeluarkan air mata lagi. Saya bilang, "Sudah dong ach..., jangan nangis lagi..." lalu Lilis berkata, "Sep..., saya minta maaf atas omongan dan perlakuan orang tua saya terhadap kamu tadi siang. Saya bilang, "Walaupun saya marah sama orang tua kamu, tapi kalau melihat kamu senyum saya nggak bisa marah lho..." sambil sedikit merayu.
Sampailah pada pukul 21:00, kita berdua pergi ke kamar rasanya lelah sekali, saat itu Dunia Dalam Berita, Lilis meminta saya untuk memeluknya dan berkata "Sep... apa yang bisa membuat kamu percaya bahwa saya betul-betul sayang sepenuhnya sama kamu", lalu saya berkata berikanlah "kesicuan" kamu, setelah kau berikan baru saya akan percaya. (Perlu pembaca ketahuai, bahwa saya belum pernah mencium "bau" wanita sebelumnya, mungkin karena saya tertutup atau karena saya masuk STM (Sekolah Teknik Menengah)dan teman-teman saya tidak ada perempuannya, hanya omong yang besar yang ada kalau membicarakan masalah wanita). Tapi setelah permintaan itu Lilis hanya berdiam saja, tanpa banyak komentar saya pegang payudaranya, kemudian saya buka kancing baju piyamanya serta celana dan CD-nya. Lilis seolah-olah pasrah dengan apa yang saya lakukan, kemudian saya mengulangi yang siang tadi saya lakukan. Saya hisap puting payudaranya, kemudian saya mainkan dengan lidah, lalu menyusuri leher, perut, tali pusar terus sampai bawah ke "hutan homogen" yang belum begitu banyak tumbuh bulu. Dia tertawa manja sambil memanggil, "Sep.. jangan geli Sep..., ich.. Asep... kamu apa-apaan geli ach..." Saya berhenti sejenak dan saya tatap matanya yang penuh gairah, lalu saya berkata "Tapi kamu suka khan..." ia cuma mengangguk sambil tersenyum. Lantas saya lebih gila, saya jilati daging yang ada di dalam bibir "Goa" yang sempit itu, Lilis semakin ganas dan liar, dengan keras ia mendorong-dorong kepala saya ke lubang "Goa" sambil menikmati jilatan lidahku. Lalu Lilis meminta saya untuk memasukan penis saya ke dalam "Goanya", kemudian saya membuka celana dan CD saya, saya berikan penis saya yang lumayan gede dan agak bengkok ketangan Lilis lalu di masukannya penis saya ke vaginanya.
Mulanya susah masuk, tapi atas kegigihan dan bantuan tangan Lilis akhirnya bisa masuk "Blessh" terdengar sedikit rintihan Lilis "Sakit Sep..., sakit." Saya berpikir "Baru saja 1/2 yang masuk sudah begini..., bagaimana kalau semuanya masuk", kemudian saya perlahan-lahan menaik-turunkan pinggang saya berkali-kali, sambil memasukan penis saya lebih dalam lagi, tidak terdengar rintihan hanya bisikan-bisikan mesra yang meminta agar saya memperdalam "galiannya", saking begitu nikmatnya Lilis memejamkan kedua matanya dan meminta lebih dalam lagi "Sep..., terus Sep..., lebih dalam lagi..., terus..." beberapa saat kemudian terasa badan saya mengejang dan saya memeluk tubuh Lilis, tiba-tiba mata Lilis terbuka dan bertanya, "Ada apa Sep..., kok kamu berhenti... ech.. apa ini, kok terasa seperti ada yang menembak ulu hati saya", lalu dia berkata lagi "Sep..., tapi nikmat terusin dong..., ayo dong..." Kemudian saya coba untuk mengangkat penis saya tapi terasa ngilu sekali sampai saya "nyengir". Lilis bertanya, "Sep.. kenapa, sakit?" Saya jawab, "Tidak..." Dan saya mulai menaik-turunkan pinggang untuk melanjutkan permainan walaupun ada rasa ngilu. Beberapa menit Lilis meminta mempercepat tempo gerakan "Cepatin dikit..." sambil memegang pantat saya dan akhirnya ia mengejang kurang lebih 6 detik sambil memeluk erat badan saya dan melepaskan napas yang sepertinya tertahan dari tadi, perasaan lemas dan ada sesuatu yang sepertinya membuat saya menyesal, tapi apa yach (saya berpikir) apakah karena saya telah melakukan ini atau ada perasaan takut? Akhirnya kami tertidur lelap, pagi harinya setelah kami mandi kemudian sarapan dan bersiap-siap berangkat ke kampus, Lilis memberitahukan bahwa dirinya telah dijodohkan oleh ortunya di Riau dengan anak pengusaha. Katanya "Sep..., saya betul-betul minta maaf, bukan maksud Lilis menyakiti kamu, karena setelah kuliah kita nanti selesai, mungkin kita tidak akan bertemu lagi sebab, saya harus kembali ke Riau dan menikah dengan lelaki pilihan ortu Lilis."
Waktu itu juga saya seperti tidak ada tenaga, lemas, menyesal campur marah. Saya menangis dan berkata, "Mengapa..., Lilis..., mengapa kau lakukan ini semua, kalau seandainya saya tahu kamu sudah dijodohkan dengan pilihan ortu kamu, saya tidak akan menyentuh bahkan tidur dan melakukan di luar batas-batas kewajaran dengan kamu? lantas apa yang harus saya lakukan." Dia menjawab dengan berlinang airmata "Sep..., saya sayang sama kamu..., saya rela "Kegadisan" saya diberikan kepadamu dan saya bangga bisa memberikan sesuatu yang berharga pada diri saya dan berarti untuk orang yang saya sayangi dan saya cintai, saya mohon setelah kejadian ini kamu harus bisa melupakan saya, waktu semalam sayakan bertanya, apa yang membuat kamu percaya bahwa saya sayang sama kamu, kamu kan yang mengiginkan semua ini?" Saya bantah, "Tapi kenapa kamu tidak bilang bahwa kamu sudah dijodohkan dengan orang kaya pilihan ortu kamu?" Ia jawab lagi, "Pokoknya kamu tenang saja Sep..., dan saya juga sekarang akan berusaha untuk melupakan kamu kok...? izinkanlah saya untuk pergi. Saya mau pulang sekarang", Saya tidak menjawab, ia mencium bibir saya dan berkata "Saya sayang kamu kok" saya bentak Lilis "Jika kamu sayang kepada saya..., tinggalah bersama saya." Lilis tersenyum manja dan berkata, "Jika saya menikah dengan kamu..., kamu mau memberi makan apa..." Rupanya Lilis memancing supaya saya benci dan kesal terhadap dia, tapi aku nggak bisa marah, hanya menangis, lalu ia duduk dan berkata lagi "Maafkan saya Sep..., bukan itu masalahnya..., bukan kamu nggak bisa memberi makan saya dan saya yakin serta percaya kamu bisa membahagiakan saya, tapi yang jadi tujuan utama hidup saya, saya ingin membahagikan orang tua saya, biarlah saya berkorban, walaupun kita melanjutkan hubungan kita ini dan tanpa restu orang tua..., pasti kita tidak akan bahagia (kualat). Sejak itu saya sadar, hatinya memang suci, ingin membahagiakan kedua orang tuanya dan menikah dengan "lelaki kaya" serta ia rela berkorban walau harus kehilangan "mahkotanya" demi seseorang yang sayanginya.
Para pembaca cerita-cerita 17Tahun..., itulah kisah nyata yang menimpa saya sebagai anak kampung... Cerita ini dulu saya alami 4 tahun yang lalu. Dan kemarin bulan September 1999, saya dengar dari teman bahwa dia melahirkan seorang bayi perempuan dan kenangan saya sewaktu bersamanya terbayang kembali. Ingin saya menengok Lilis, tapi saya takut merusak kebahagiaan rumah tangga mereka.
Singkat cerita setelah kenal selama kurang-lebih 3 bulan, saya dengan Lilis pulang dari kuliah bareng seperti biasanya. Sebelum pulang Lilis meminta saya untuk mencium keningnya (Jelas saya lakukan, saya cinta). Tiba-tiba setelah saya melangkahkan kaki beberapa langkah, tiba-tiba Lilis memanggil, "Sep... kesini sebentar", langkahku terhenti dan membalikan badan untuk menghampirinya. Serta dia berbisik, "Kedalam dulu yuk..., di dalam nggak ada siapa-siapa", saya berhenti sejenak lalu masuk. Di rumahnya hanya bertiga (Kakaknya, Lilis, dan Adiknya).
Kemudian saya dipersilakan duduk kemudian Lilis berkata, "Sebentar yach saya ganti baju dulu." 3 menit kemudian Lilis datang dengan membawa air minum dan duduk di samping saya. Kemudian dengan sedikit keberanian saya mencium bibir Lilis, dia hanya tertunduk malu sambil berkata "Ich.. Asep jangan gitu ach..." dan pipinya memerah menambah kecantikannya. Saya bilang, "Lilis... kamu cantik dech kalau pipi kamu merah..." lalu Lilis menyubit pas di kemaluan, saya sedikit teriak "Aduh... sakit donk." Kemudian Lilis langsung memegang kemaluan saya dan berkata, "Coba saya lihat..." sambil membuka retsleting celana saya. "Jangan ach malu..." kata saya. Tanpa memikirkan hal apapun saya merelakan kemaluanku dilihat sama Lilis, Lilis bilang "Bagus yach... gede dan rada bengkok." Saya bilang "Lilis... kamu mau?" tanpa menjawab ia hanya merebahkan badannya di kursi panjang tempat saya duduk, tanpa berpikir panjang saya lalu menindih dia, saya ciumi dia, saya buka kancing bajunya dan saya buka juga BH-nya. Susunya masih kecil seukuran dengan kepalan tangan. Saya julurkan lidah saya diputar ke kiri dan kanan, ke atas dan ke bawah untuk memainkan puting yang masih kecil. Payudaranya semakin lama semakin mengeras dan kepala saya semakin ditekan ke payudaranya, sambil memanggil-manggil nama saya "Terus.. Sep, terus Sep.., nikmat... sekali Sep" dan terdengar desahan kecil "aacchh..." barengan itu pula saya ingin ke belakang, rasanya kepingin pipis, sambil mengangkat kepala dari payudaranya. Saya bertanya berbisik "Ech.. kamar kecilnya dimana", dia menjawab sambil mengangkat tangannya menunjukan arah, "Masuk ke situ... lurus lalu belok kanan", tanpa berpikir panjang saya langsung lari ke kamar kecil dan keluarlah "cairan perjaka" yang pertama.
Tanpa sepengetahuan saya Lilis ternyata mengikuti dari belakang, lalu masuk ke kamar kecil itu dan bertanya sambil melihat kemaluanku, "Sep... kamu kok tiba-tiba lari, kenapa?" Aku hanya terdiam dan aku tak tahu apa yang terjadi, badanku terasa lemas seperti yang sudah menempuh perjalanan jauh. Kemudian Lilis membuka baju dan BH-nya yang sudah terlepas tadi. "Mandi ach..." Lilis bilang, tanpa rasa malu dia membuka seluruh pakaiannya di depan saya dan di gantungkannya di paku dinding kamar mandi. Kemudian saya berpikir "Apa yang sedang saya lakukan?", Lilis dengan tiba-tiba sangat bernafsu menciumi bibir dan leher saya, serta tangannya yang terampil mengocok kemaluan saya yang dari tadi nongol dari retsleting yang belum saya tutup sampai terasa ngilu. Tangan Lilis yang sebelah kiri memegang pundak saya dan tangan yang sebelahnya lagi tangan kanan menuntun kemaluan saya yang tadi dikocok-kocok untuk dimasukan ke dalam vaginanya. Lilis berbisik, "Sep... kok nggak masuk-masuk...", saya bilang "Nggak tahu atuh, saya nggak bisa memasukannya, kayaknya terlalu sempit nich..." Lalu Lilis berbisik, "Kita pindah saja yuk kekamar, biar nggak susah", sebelum kaki melangkah kami dikejutkan oleh bunyi bel pintu depan "Ding-Dong" (Waduh kagetnya minta ampun, jantung rasanya nggak karuan). Kami berdua saling bertatapan sejenak, kemudian dengan spontan Lilis meraih baju, BH serta CD-nya yang digantung di paku, saya langsung lari ke depan untuk membuka pintu, ternyata yang dateng orangtuanya dari Riau (kakaknya ternyata jemput orangtuanya dari Airport). Pas buka pintu langsung kakaknya bertanya, "Dimana si Lilis, kok nge-bel dari tadi nggak di buka-buka pintunya, lagi pada ngapain sich kalian?" Saya menjawab "Dari tadi Lilis ada dibelakang, saya disini... lalu Lilis teriak meminta agar saya membukakan pintunya, maafkan saya kak..., karena saya selaku tamu di sini tidak ada hak untuk membuka pintu tanpa seizin tuan rumah. Dan saya kira tadi bukan kakak, jadi tidak saya buka." Kemudian sambil masuk ke dalam kakaknya bergumam, "Ach.. dasar kamu pintar cari alasan."
Setelah itu orangtuanya Lilis berbincang-bincang dengan saya (Interogasi), tanya asal-usul, orangtua, pekerjaan orangtua, rumah, pokoknya segalanya. Dan saya jelaskan semuanya, saya di Bandung ini sejak masuk SMP (yach... inilah nasib anak kampung). Kemudian terdengar suara ibunya memarahi Lilis, "Ngapain kamu pacaran sama anak kampung gitu..., mau diberi makan apa kamu sama dia, pokoknya Mama nggak setuju kamu berhubungan sama dia." Beberapa menit kemudian Lilis datang dengan mata berkaca-kaca, merah tanda mau menangis dan ia meminta saya untuk meninggalkan rumah itu. Tidak banyak berkata saya langsung pulang tanpa pamit dan saya mengerti, serta mendengar apa yang ibunya bilang. Waktu itu menjelang pukul 18:00, aku pulang ke rumah dengan 1001 pikiran dan pertanyaan, mengapa hal ini terjadi pada saya? Di tempat tidur kira-kira pukul 19:25 saya melamun memikirkan apa yang sudah saya alami siang tadi. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu sambil mengucapkan "salam", dalam pikiranku "perasaan saya hafal suara itu" pas saya buka ternyata Lilis datang dengan wajah dan rambut lusuh dibasahi dengan keringat dan air mata, kemudian tanpa banyak bicara saya peluk, saya cium keningnya dan saya minta untuk menceritakan kenapa bisa begini. Sambil tersedu-sedu Lilis menjelaskan semuanya, bahwa setelah saya pulang Lilis bertengkar hebat dengan orangtuanya, lantas ia minta izin untuk tidur di rumah temannya yang bernama Ina (bukan nama sebenarnya, yang sudah ia hubungi). Jika ortunya telepon bilangin Lilis ada disini, tapi sudah tidur, padahal sebenarnya Lilis ke rumah saya "Dengan dalih nginap dirumah Ina."
Kemudian saya siapkan air hangat, saya bikin nasi goreng dan saya siapkan juga baju piyama (maklum saat itu ortu masih di kampung dan rumah itu hanya cukup buat sendiri, jadi apa-apa melakukan sendiri). Kemudian kami makan nasi goreng yang saya buat, lalu Lilis mengeluarkan air mata lagi. Saya bilang, "Sudah dong ach..., jangan nangis lagi..." lalu Lilis berkata, "Sep..., saya minta maaf atas omongan dan perlakuan orang tua saya terhadap kamu tadi siang. Saya bilang, "Walaupun saya marah sama orang tua kamu, tapi kalau melihat kamu senyum saya nggak bisa marah lho..." sambil sedikit merayu.
Sampailah pada pukul 21:00, kita berdua pergi ke kamar rasanya lelah sekali, saat itu Dunia Dalam Berita, Lilis meminta saya untuk memeluknya dan berkata "Sep... apa yang bisa membuat kamu percaya bahwa saya betul-betul sayang sepenuhnya sama kamu", lalu saya berkata berikanlah "kesicuan" kamu, setelah kau berikan baru saya akan percaya. (Perlu pembaca ketahuai, bahwa saya belum pernah mencium "bau" wanita sebelumnya, mungkin karena saya tertutup atau karena saya masuk STM (Sekolah Teknik Menengah)dan teman-teman saya tidak ada perempuannya, hanya omong yang besar yang ada kalau membicarakan masalah wanita). Tapi setelah permintaan itu Lilis hanya berdiam saja, tanpa banyak komentar saya pegang payudaranya, kemudian saya buka kancing baju piyamanya serta celana dan CD-nya. Lilis seolah-olah pasrah dengan apa yang saya lakukan, kemudian saya mengulangi yang siang tadi saya lakukan. Saya hisap puting payudaranya, kemudian saya mainkan dengan lidah, lalu menyusuri leher, perut, tali pusar terus sampai bawah ke "hutan homogen" yang belum begitu banyak tumbuh bulu. Dia tertawa manja sambil memanggil, "Sep.. jangan geli Sep..., ich.. Asep... kamu apa-apaan geli ach..." Saya berhenti sejenak dan saya tatap matanya yang penuh gairah, lalu saya berkata "Tapi kamu suka khan..." ia cuma mengangguk sambil tersenyum. Lantas saya lebih gila, saya jilati daging yang ada di dalam bibir "Goa" yang sempit itu, Lilis semakin ganas dan liar, dengan keras ia mendorong-dorong kepala saya ke lubang "Goa" sambil menikmati jilatan lidahku. Lalu Lilis meminta saya untuk memasukan penis saya ke dalam "Goanya", kemudian saya membuka celana dan CD saya, saya berikan penis saya yang lumayan gede dan agak bengkok ketangan Lilis lalu di masukannya penis saya ke vaginanya.
Mulanya susah masuk, tapi atas kegigihan dan bantuan tangan Lilis akhirnya bisa masuk "Blessh" terdengar sedikit rintihan Lilis "Sakit Sep..., sakit." Saya berpikir "Baru saja 1/2 yang masuk sudah begini..., bagaimana kalau semuanya masuk", kemudian saya perlahan-lahan menaik-turunkan pinggang saya berkali-kali, sambil memasukan penis saya lebih dalam lagi, tidak terdengar rintihan hanya bisikan-bisikan mesra yang meminta agar saya memperdalam "galiannya", saking begitu nikmatnya Lilis memejamkan kedua matanya dan meminta lebih dalam lagi "Sep..., terus Sep..., lebih dalam lagi..., terus..." beberapa saat kemudian terasa badan saya mengejang dan saya memeluk tubuh Lilis, tiba-tiba mata Lilis terbuka dan bertanya, "Ada apa Sep..., kok kamu berhenti... ech.. apa ini, kok terasa seperti ada yang menembak ulu hati saya", lalu dia berkata lagi "Sep..., tapi nikmat terusin dong..., ayo dong..." Kemudian saya coba untuk mengangkat penis saya tapi terasa ngilu sekali sampai saya "nyengir". Lilis bertanya, "Sep.. kenapa, sakit?" Saya jawab, "Tidak..." Dan saya mulai menaik-turunkan pinggang untuk melanjutkan permainan walaupun ada rasa ngilu. Beberapa menit Lilis meminta mempercepat tempo gerakan "Cepatin dikit..." sambil memegang pantat saya dan akhirnya ia mengejang kurang lebih 6 detik sambil memeluk erat badan saya dan melepaskan napas yang sepertinya tertahan dari tadi, perasaan lemas dan ada sesuatu yang sepertinya membuat saya menyesal, tapi apa yach (saya berpikir) apakah karena saya telah melakukan ini atau ada perasaan takut? Akhirnya kami tertidur lelap, pagi harinya setelah kami mandi kemudian sarapan dan bersiap-siap berangkat ke kampus, Lilis memberitahukan bahwa dirinya telah dijodohkan oleh ortunya di Riau dengan anak pengusaha. Katanya "Sep..., saya betul-betul minta maaf, bukan maksud Lilis menyakiti kamu, karena setelah kuliah kita nanti selesai, mungkin kita tidak akan bertemu lagi sebab, saya harus kembali ke Riau dan menikah dengan lelaki pilihan ortu Lilis."
Waktu itu juga saya seperti tidak ada tenaga, lemas, menyesal campur marah. Saya menangis dan berkata, "Mengapa..., Lilis..., mengapa kau lakukan ini semua, kalau seandainya saya tahu kamu sudah dijodohkan dengan pilihan ortu kamu, saya tidak akan menyentuh bahkan tidur dan melakukan di luar batas-batas kewajaran dengan kamu? lantas apa yang harus saya lakukan." Dia menjawab dengan berlinang airmata "Sep..., saya sayang sama kamu..., saya rela "Kegadisan" saya diberikan kepadamu dan saya bangga bisa memberikan sesuatu yang berharga pada diri saya dan berarti untuk orang yang saya sayangi dan saya cintai, saya mohon setelah kejadian ini kamu harus bisa melupakan saya, waktu semalam sayakan bertanya, apa yang membuat kamu percaya bahwa saya sayang sama kamu, kamu kan yang mengiginkan semua ini?" Saya bantah, "Tapi kenapa kamu tidak bilang bahwa kamu sudah dijodohkan dengan orang kaya pilihan ortu kamu?" Ia jawab lagi, "Pokoknya kamu tenang saja Sep..., dan saya juga sekarang akan berusaha untuk melupakan kamu kok...? izinkanlah saya untuk pergi. Saya mau pulang sekarang", Saya tidak menjawab, ia mencium bibir saya dan berkata "Saya sayang kamu kok" saya bentak Lilis "Jika kamu sayang kepada saya..., tinggalah bersama saya." Lilis tersenyum manja dan berkata, "Jika saya menikah dengan kamu..., kamu mau memberi makan apa..." Rupanya Lilis memancing supaya saya benci dan kesal terhadap dia, tapi aku nggak bisa marah, hanya menangis, lalu ia duduk dan berkata lagi "Maafkan saya Sep..., bukan itu masalahnya..., bukan kamu nggak bisa memberi makan saya dan saya yakin serta percaya kamu bisa membahagiakan saya, tapi yang jadi tujuan utama hidup saya, saya ingin membahagikan orang tua saya, biarlah saya berkorban, walaupun kita melanjutkan hubungan kita ini dan tanpa restu orang tua..., pasti kita tidak akan bahagia (kualat). Sejak itu saya sadar, hatinya memang suci, ingin membahagiakan kedua orang tuanya dan menikah dengan "lelaki kaya" serta ia rela berkorban walau harus kehilangan "mahkotanya" demi seseorang yang sayanginya.
Para pembaca cerita-cerita 17Tahun..., itulah kisah nyata yang menimpa saya sebagai anak kampung... Cerita ini dulu saya alami 4 tahun yang lalu. Dan kemarin bulan September 1999, saya dengar dari teman bahwa dia melahirkan seorang bayi perempuan dan kenangan saya sewaktu bersamanya terbayang kembali. Ingin saya menengok Lilis, tapi saya takut merusak kebahagiaan rumah tangga mereka.
Reuni Dengan Teman SMAku
Kejadian ini terjadi sekitar setahun yang lalu. Namaku Dimas, aku adalah seorang mahasiswa yang bersekolah di luar negeri. Aku mempunyai teman cewek yang sudah kukenal sejak SMA namanya Ade (samaran). Kita sama-sama bersekolah di satu SMA dan dia adalah teman baikku. Sejauh yang kutahu kalau dia itu anak baik-baik dan lumayan alim. Selepas SMA aku langsung melanjutkan sekolah ke Australia sementara dia melanjutkan ke salah satu PTS di Jakarta.
Pada bulan Desember, aku pulang ke Jakarta untuk berlibur setelah 2 tahun lebih bersekolah di Australia. Tentu saja setelah pulang aku berusaha menghubungi teman-teman lamaku, termasuk si Ade (nama samaran) itu. Kita mengatur schedule untuk bisa ketemu. Kebetulan pula kuliah dia sudah mulai libur jadi tidak sulit buat kita untuk ketemu.
Kita akhirnya janjian ketemu di rumahnya di daerah Joglo. Meskipun rumahku di daerah Jakarta Pusat, tapi aku bela-belain demi ketemu teman lama. Si Ade ini kalau aku bisa bilang orangnya cantik, tapi bodinya jauh dari seksi, alias kurus habis. Tingginya sekitar 165 cm-an, rambutnya pendek sebahu, meskipun nggak terlalu attractive, tapi pada kenyataannya banyak juga sih cowok yang mengejar-ngejar dia.
Habis kujemput, terus kita pergi jalan untuk makan siang di restoran Padang Sari Bundo, sambil ngobrol-ngobrol tukar cerita. Habis makan kita langsung nonton di KC (Planet Hollywood). Pas waktu nonton nggak ada kejadian apa-apa sama sekali. Keluar nonton sekitar jam 08.30 malam, aku niat mau langsung antarkan dia pulang, tapi untuk confirm mau pulang, aku make sure dan tanya dia.
Ternyata dia jawab, "Ntar saja ah.. kan masih sore, ngapain buru-buru?" terus kubilang, "Cape, soalnya nyetir dari siang." Terus dia bilang lagi "Istirahat saja dulu di rumahku yang satu lagi kan dekat dari sini, kita kan blom habis ngobrol-ngobrolnya, kebetulan itu rumah lagi nggak ada yang ngontrak." Akhirnya aku setuju sama idenya, kita menuju ke arah Kemanggisan. Sesampainya di situ, aku langsung saja rebahan di sofa, sambil pesan minum sama pembantunya yang jaga rumah. Habis minum dianterkan, pembantunya pamit mau jemput anaknya dari sekolah. Sambil ngobrol-ngobrol terus akhirnya sampai ke topic pacar. Ternyata dia itu belum punya pacar sampai sekarang. Aku juga nggak punya pacar sih. Masih membujang saja. Nggak tahu kenapa pas ngomongin topik itu aku terangsang hebat, sudah begitu kita duduk agak mepet. Aku iseng bertanya, "Pernah ciuman nggak De?" Eh dia jawab, "Belom tuh." Pheww... Matanya itu lho pas menjawab sendu banget.
Sebenarnya aku nggak mau, tapi namanya sudah napsu aku bilang saja, "Mau nyoba nggak?" sambil cengar-cengir, eh dia diem saja. "Hmm... kesempatan nih..." akhirnya aku cium bibirnya very-very gently sampai dia merem. Ah ternyata ciuman itu awal semuanya, penisku tegang berat. Sepertinya berasa di dia. Aku teruskan melumat bibirnya lama-lama semakin dahsyat, sampai akhirnya tanganku naik ke payudaranya, tadinya kupikir rata, eh tahunya ada juga. Aku sudah mulai nggak minta permisi lagi, langsung saja aku masukan tanganku ke T-shirtnya. Dianya tetap diam, sambil matanya makin sendu. Kita lakukan itu kira-kira sekitar 15 menit. Akhirnya aku sudah mulai bosan sama main-main 'diatas' doang. Aku mulai berani gesek-gesek vaginanya pakai tanganku dari luar (dia masih pakai jeans). Dia tetap diam juga, akhirnya aku mau coba memasukan tanganku ke dalam jeansnya tapi dia pegang tanganku, " Mas.. jangan ah." Aku menurut saja. Terus aku mainkan dari luar jeans lagi. Sekitar 10 menitan kucoba lagi, eh dia diam saja kali ini, nggak tahu kenapa. Mungkin karena sudah terangsang banget barangkali. Kucopoti saja kancing jeansnya, ploroti sampai sedengkul, CD-nya putih, aku sudah deg-degan banget. Aku ploroti juga CD-nya, wih.. baru sekali-sekalinya kulihat vagina wanita. Dia sudah diam nggak ada perlawanan terus kupegang vaginanya pakai jariku, basah banget.
Instingku mengarahkanku untuk menjilat vaginanya, terus aku menunduk dan mulai menjilat-jilat vaginanya. Dia mulai mendesah, "Aahh... Dimas..." aku nggak tahu apa yang ada dipikiranku waktu itu, yang jelas menjilat vagina wanita nggak sejijik yang kukira sebelumnya. Kulepas semua bajunya, sampai telanjang bulat. Biarpun kurus, tapi kulitnya putih bersih terawat. Karena dia nggak ada inisiatif, akhirnya kubuka sendiri bajuku, kelihatan penisku yang tegang habis itu. Penisku nggak besar-besar amat sih, tapi nggak kecil juga, yah ukuran standart lah. Dia lumayan kaget melihat penisku. Tapi dia diam saja, akhirnya aku teruskan oral seks sampai sekitar 10 menit dan lidahku sudah mulai pegal. Aku akhirnya naik dan mengarahkan penisku ke vaginanya. Dia juga sudah mau kumasukan, astaga.. nggak mau masuk.. aku tekan, eh melejit kesamping. Akhirnya kupegang penisku dan tekan pelan-pelan dianya menjerit, "Mass... sakitt", aku tarik lagi akhirnya, soalnya kasihan sama dia. Aku ambil nafas sebentar, terus coba lagi, sambil kutekan tangannya di kasur, aku bilang "Tahan ya De sakitnya", dia cuma mengangguk saja, akhirnya kucoba lagi pelan-peln. Aku tekan penisku pelan-pelan masuk sedikit tapi sepertinya dia menahan sakit. Akhirnya kutekan lagi.. lagi sampai setengahnya sudah masuk, terus aku berhenti supaya dia nggak terlalu sakit. Akhirnya kulanjutkan lagi usahaku sampai semuanya masuk. Sepertinya vaginanya sudah bisa adaptasi sama besarnya penisku, akhirnya kutarik penisku dan dimasukan lagi, keluar masuk sampai akhirnya dia sudah nggak kesakitan lagi. Sekarang yang kedengaran cuma desahannya saja, "Mass... enaakk", aku sendiri cuma diam saja, soalnya aku juga baru pertama kali begini. Nggak sampai 5 menit aku merasa kalau aku sudah mau keluar, tapi sebelum itu si Ade mendesah kencang sekali sampai aku kaget, kupikir dia sudah orgasme. Akhirnya aku nggak tahan lagi, makin cepat kukeluar masukan penisku sampai akhirnya keluar spermaku di vaginanya, pheww... aku lemas banget, nggak ada tenaga lagi, dia juga begitu. Ternyata habis kucabut ada sedikit bercak darah. Nggak aku kira sama sekali kalau perawannya si Ade aku yang ambil. Setelah kejadian itu, hubunganku sama dia sudah seperti pacaran, meskipun nggak pernah ada kata cinta.
Pada bulan Desember, aku pulang ke Jakarta untuk berlibur setelah 2 tahun lebih bersekolah di Australia. Tentu saja setelah pulang aku berusaha menghubungi teman-teman lamaku, termasuk si Ade (nama samaran) itu. Kita mengatur schedule untuk bisa ketemu. Kebetulan pula kuliah dia sudah mulai libur jadi tidak sulit buat kita untuk ketemu.
Kita akhirnya janjian ketemu di rumahnya di daerah Joglo. Meskipun rumahku di daerah Jakarta Pusat, tapi aku bela-belain demi ketemu teman lama. Si Ade ini kalau aku bisa bilang orangnya cantik, tapi bodinya jauh dari seksi, alias kurus habis. Tingginya sekitar 165 cm-an, rambutnya pendek sebahu, meskipun nggak terlalu attractive, tapi pada kenyataannya banyak juga sih cowok yang mengejar-ngejar dia.
Habis kujemput, terus kita pergi jalan untuk makan siang di restoran Padang Sari Bundo, sambil ngobrol-ngobrol tukar cerita. Habis makan kita langsung nonton di KC (Planet Hollywood). Pas waktu nonton nggak ada kejadian apa-apa sama sekali. Keluar nonton sekitar jam 08.30 malam, aku niat mau langsung antarkan dia pulang, tapi untuk confirm mau pulang, aku make sure dan tanya dia.
Ternyata dia jawab, "Ntar saja ah.. kan masih sore, ngapain buru-buru?" terus kubilang, "Cape, soalnya nyetir dari siang." Terus dia bilang lagi "Istirahat saja dulu di rumahku yang satu lagi kan dekat dari sini, kita kan blom habis ngobrol-ngobrolnya, kebetulan itu rumah lagi nggak ada yang ngontrak." Akhirnya aku setuju sama idenya, kita menuju ke arah Kemanggisan. Sesampainya di situ, aku langsung saja rebahan di sofa, sambil pesan minum sama pembantunya yang jaga rumah. Habis minum dianterkan, pembantunya pamit mau jemput anaknya dari sekolah. Sambil ngobrol-ngobrol terus akhirnya sampai ke topic pacar. Ternyata dia itu belum punya pacar sampai sekarang. Aku juga nggak punya pacar sih. Masih membujang saja. Nggak tahu kenapa pas ngomongin topik itu aku terangsang hebat, sudah begitu kita duduk agak mepet. Aku iseng bertanya, "Pernah ciuman nggak De?" Eh dia jawab, "Belom tuh." Pheww... Matanya itu lho pas menjawab sendu banget.
Sebenarnya aku nggak mau, tapi namanya sudah napsu aku bilang saja, "Mau nyoba nggak?" sambil cengar-cengir, eh dia diem saja. "Hmm... kesempatan nih..." akhirnya aku cium bibirnya very-very gently sampai dia merem. Ah ternyata ciuman itu awal semuanya, penisku tegang berat. Sepertinya berasa di dia. Aku teruskan melumat bibirnya lama-lama semakin dahsyat, sampai akhirnya tanganku naik ke payudaranya, tadinya kupikir rata, eh tahunya ada juga. Aku sudah mulai nggak minta permisi lagi, langsung saja aku masukan tanganku ke T-shirtnya. Dianya tetap diam, sambil matanya makin sendu. Kita lakukan itu kira-kira sekitar 15 menit. Akhirnya aku sudah mulai bosan sama main-main 'diatas' doang. Aku mulai berani gesek-gesek vaginanya pakai tanganku dari luar (dia masih pakai jeans). Dia tetap diam juga, akhirnya aku mau coba memasukan tanganku ke dalam jeansnya tapi dia pegang tanganku, " Mas.. jangan ah." Aku menurut saja. Terus aku mainkan dari luar jeans lagi. Sekitar 10 menitan kucoba lagi, eh dia diam saja kali ini, nggak tahu kenapa. Mungkin karena sudah terangsang banget barangkali. Kucopoti saja kancing jeansnya, ploroti sampai sedengkul, CD-nya putih, aku sudah deg-degan banget. Aku ploroti juga CD-nya, wih.. baru sekali-sekalinya kulihat vagina wanita. Dia sudah diam nggak ada perlawanan terus kupegang vaginanya pakai jariku, basah banget.
Instingku mengarahkanku untuk menjilat vaginanya, terus aku menunduk dan mulai menjilat-jilat vaginanya. Dia mulai mendesah, "Aahh... Dimas..." aku nggak tahu apa yang ada dipikiranku waktu itu, yang jelas menjilat vagina wanita nggak sejijik yang kukira sebelumnya. Kulepas semua bajunya, sampai telanjang bulat. Biarpun kurus, tapi kulitnya putih bersih terawat. Karena dia nggak ada inisiatif, akhirnya kubuka sendiri bajuku, kelihatan penisku yang tegang habis itu. Penisku nggak besar-besar amat sih, tapi nggak kecil juga, yah ukuran standart lah. Dia lumayan kaget melihat penisku. Tapi dia diam saja, akhirnya aku teruskan oral seks sampai sekitar 10 menit dan lidahku sudah mulai pegal. Aku akhirnya naik dan mengarahkan penisku ke vaginanya. Dia juga sudah mau kumasukan, astaga.. nggak mau masuk.. aku tekan, eh melejit kesamping. Akhirnya kupegang penisku dan tekan pelan-pelan dianya menjerit, "Mass... sakitt", aku tarik lagi akhirnya, soalnya kasihan sama dia. Aku ambil nafas sebentar, terus coba lagi, sambil kutekan tangannya di kasur, aku bilang "Tahan ya De sakitnya", dia cuma mengangguk saja, akhirnya kucoba lagi pelan-peln. Aku tekan penisku pelan-pelan masuk sedikit tapi sepertinya dia menahan sakit. Akhirnya kutekan lagi.. lagi sampai setengahnya sudah masuk, terus aku berhenti supaya dia nggak terlalu sakit. Akhirnya kulanjutkan lagi usahaku sampai semuanya masuk. Sepertinya vaginanya sudah bisa adaptasi sama besarnya penisku, akhirnya kutarik penisku dan dimasukan lagi, keluar masuk sampai akhirnya dia sudah nggak kesakitan lagi. Sekarang yang kedengaran cuma desahannya saja, "Mass... enaakk", aku sendiri cuma diam saja, soalnya aku juga baru pertama kali begini. Nggak sampai 5 menit aku merasa kalau aku sudah mau keluar, tapi sebelum itu si Ade mendesah kencang sekali sampai aku kaget, kupikir dia sudah orgasme. Akhirnya aku nggak tahan lagi, makin cepat kukeluar masukan penisku sampai akhirnya keluar spermaku di vaginanya, pheww... aku lemas banget, nggak ada tenaga lagi, dia juga begitu. Ternyata habis kucabut ada sedikit bercak darah. Nggak aku kira sama sekali kalau perawannya si Ade aku yang ambil. Setelah kejadian itu, hubunganku sama dia sudah seperti pacaran, meskipun nggak pernah ada kata cinta.
Wawancara Dengan Seorang Artis
Tidak seperti biasanya, aku paling malas jika mendapat tugas wawancara khusus dengan seseorang artis cantik sekalipun. Tapi saat itu, kenapa begitu ada tugas dari Bos mewawancarai Erika untuk rubrik profil mingguan, aku langsung cabut.
Janji wawancara dengan Erika telah disepakati di rumah seorang produser di sebuah apartemen di bilangan Jakarta Selatan. Ketika sampai di tempat yang di maksud, Erika telah menungguku. Saat ini pertemuan pertamaku dengan dia. Erika terkesan cuek dan dingin. Namun karena dia sudah menyanggupi, dia mempersilakan aku untuk masuk. Ruangan tamu yang tidak terlalu luas sedikit membuatku tegang. Namun ketegangan itu mereda ketika Erika membawa dua gelas minuman dingin sambil mempersilakanku untuk menikmati minuman yang telah dihidangkan.
"Terima kasih", kataku.
"Kamu mau tanya apa, waktuku terbatas, jangan lebih satu jam", tutur mojang Priangan yang sangat cantik ini.
Gaya ketus Erika sempat membuatku gugup. Apalagi dengan penampilannya sore itu yang aduhai mengenakan kaos ketat "you can see" yang sangat tipis, dengan bawahan span yang sangat pendek, membuatku semakin gugup. "Saya hanya ingin mendengar cerita pengalaman yang mengesankan dari Anda selama menjadi artis dangdut hingga setenar sekarang..." aku mengawali pertanyaan.
Wawancara semakin menarik dan hangat dan agaknya Erika lupa bahwa dia membatasiku hanya satu jam. Sebab ketika saya datang sudah pukul 16.30, tetapi saat ini jam telah menunjukkan pukul 18.00. Sampai pada suatu ketika usai melontarkan satu pertanyaan pribadi tentang orang yang menjadi dambaan hati, Erika manatapku tajam.
"Orangnya mirip kamu", kata Erika seraya tersenyum. Aku menelan ludah, mana mungkin artis secantik dia cowoknya sepertiku. Dengan sedikit "ge-er", aku menanyakan lagi "Apakah dia juga wartawan?"
"Ah, bukan. Dia pengangguran", Erika tertawa.
Tetapi kemudian dia terdiam dan menatapku lebih tajam. Aku meletakkan catatan, pena dan block note ke meja. Aku tatap pula Erika sambil menebak-nebak apa maunya artis cantik ini. Erika terus menatapku sambil sesekali dia menyibakkan rambutnya yang terurai sebahu hingga bulu-bulu ketiaknya yang tampak lebat dan subur kelihatan dengan jelas.
Tiba-tiba Erika mendekatiku dan menyilangkan kedua tangannya di atas bahuku. Semakin dag-dig-dug saja jantungku ini. Bau tubuh Erika yang sangat wangi menyengat di telinga dan pikiranku.
"Kamu mirip dia", katanya.
Aku pegang tangan Erika yang melingkar di bahuku, kucium lengannya dengan halus. Erika memejamkan mata, yang kuyakin tanda "iya". Erika semakin mendekat ke tubuhku sampai akhirnya kedua buah dadanya yang memang tampak sangat montok waktu itu menyentuh dadaku. Tanpa pikir panjang kucoba mencium bibirnya yang sedikit terbuka dan dia dengan antusias pula membalas ciumanku. Sambil terus gencar mencium bibirnya, kupeluk dia. Aku gesek-gesekkan dadaku hingga kekenyalan buah dadanya dapatku rasakan. Erika tampak kian bernafsu, sesekali bibirnya melepaskan diri dari bibirku namun mencium seluruh wajahku hingga basah. Sesekali sambil tertawa Erika menggigit hidungku.
Aku kian bernafsu mendapatkan serangan gencar dari artis cantik ini. Tanganku yang semula melingkar di pundaknya, kini kuarahkan untuk mulai bergerilya di buah dadanya. Aku elus pelan-pelan buah dadanya. Tanganku mencoba ke bawah untuk masuk ke BH-nya. Tapi tiba-tiba Erika menarik tanganku dan mendorong tubuhku. Aku terhempas di atas kursi.
"Wah kenapa dia ini, pasti dia marah melihat ulahku", batinku. Tidak jelas apa maksud Erika mendorong tubuhku. Yang saya lihat dia hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Tanda menolakkah", batinku.
Erika kembali menatapku tajam. Kali ini agak lama. Namun tanpaku duga, tiba-tiba Erika sambil tersenyum melepas kaosnya yang sangat tipis dan seksi itu. Wow, mimpikah aku? Aku melihat dengan mata kepala sendiri artis secantik Erika, tubuhnya hanya terbalut BH yang sangat tipis dan ketat. Erika tersenyum. Kemudian dia menyibakkan rambutnya ke belakang dan menguncirnya. Sekali lagi aku terkesima, melihat buah dadanya yang tampak montok karena ditekan BH yang ketat dan bulu ketiaknya yang sangat lebat. Aku tak kuasa menahan birahi ini. Kudekati dia, kucoba mencium ketiaknya, hmm, luar biasa artis cantik ini. Ketiaknya pun sewangi ini, "Apalagi...", batinku.
Tapi Erika mendorongku sambil menggelengkan kepala. Aku hanya bisa diam dan merebah di kursi sambil menunggu apa yang akan dilakukan Erika sebentar lagi. Sambil tersenyum Erika kemudian meremas-remas sendiri buah dadanya, ditekan-tekannya, sambil sesekali bibirnya menggigit buah dadanya. "Ahh..." teriak Erika. "Kamu bisa mengerti ini semua kan?" tanyanya. Aku hanya mengangguk. Ketika aku mendekat, kembali Erika melarangku. Erika berdiri dan mengambil orange jus yang ada di kursi. Setelah diminum sedikit, sisanya ditumpahkan ke seluruh tubuhnya. Erika terus tersenyum kepadaku. Sementara penisku semakin tegang melihat kejadian ini.
"Boleh aku mendekatimu Ik?" tanyaku.
"Hmm, sini...", katanya. Kontan aku melocat dan akan memeluk dia, tiba-tiba Erika berkata "Duduk saja.." Aku pun menuruti perintahnya.
Setelah menatapku, tiba-tiba dia melepas span pendeknya dan melemparkan penutup vaginanya setelah celana dalam itu di atas kursi. Kini Erika mendekatiku dan kemudian dia memelukku sambil mencium seluruh tubuhku. Aku belum sempat terkesima melihat pemandangan yang sangat indah itu, Erika sudah sangat buas menciumiku. Aku balas ciumannya dengan melumat habis buah dada Erika yang kenyal itu.
"Aku lepas BH-nya Ik", kataku.
"Jangan..." timpal Erika.
Erika tampak bernafsu menciumi tubuhku. Sesekali dia membasahi wajah dan tubuhku dengan ludahnya terus dia jilati lagi. Aku kian tak tahan mendapat serangan seperti ini dan tanganku mulai meremas-remas pantat Erika yang tidak kalah kenyal dengan buah dadanya. Aku elus-elus pantatnya sambil pelan-pelan kumasukkan tanganku ke celana dalamnya. Ketika sudah menyentuh pantatnya, dia diam saja. Aku alihkan remasanku ke depan, tepatnya ke vaginanya. Woh, bulunya lebat sekali, andaikan aku bisa melihat dan menjilatinya..." kata batinku.
Tapi tiba-tiba Erika mencubit tanganku. Dia pasti tidak setuju dengan ulahku ini. Erika kembali mendorongku, tapi begitu aku jatuh terbaring di kursi, dia menindihku. Dibuka kakinya lebar-lebar sambil berusaha melepas celana panjangku. Aku membantu Erika dengan melucuti sendiri pakaianku. Hingga akhirnya aku tinggal memakai celana dalam dan Erika pun tinggal memakai celana dalam dan BH. Bulu kemaluannya yang lebat tampak sangat indah dengan celana dalamnya yang terpakai tidak dalam posisi yang benar itu, karena habis kuobrak-abrik dengan tanganku. Erika membuka kakiku lebar-lebar sambil kemudian dia melepas celana dalamku.
"Apa maunya.." kata batinku.
Begitu penisku yang tegang menyembul keluar, dengan penuh nafas Erika mengulumnya dengan buas. Sementara tanganku hanya bisa memainkan payudaranya.
"Aduuh, Erika. Jangan keras-keras", protesku.
Erika tidak mendengarkan. Bahkan dia terus melumat penisku dengan buasnya. Akhirnya Erika pun melepaskan BH dan celana dalamnya. Aku terkesima melihat pemandangan ini. Erika tanpa selebar benang pun melekat di tubuhnya. Vaginanya yang penuh bulu dan ketiaknya yang ditumbuhi rambut sangat lebat begitu memicu birahiku. Erika menjauh dariku dan dia duduk di bawah kursi. Sambil membuka kedua selangkangannya Erika memanggilku dan dia menuding penisku supaya dimasukkan ke vaginanya. Aku pun mengiyakan semua permintaan Erika dan terjadilah perbuatan maksiat itu. Aku terus menekan vaginanya, menari, menekan, menarik, menekan, sampai akhirnya Erika dan aku menjerit keras. Cairan segar muncrat dan sebagian mengenai wajahku dan dia, dan kami pun saling berpelukan.
"Maafkan aku", kataku.
"It's oke, kapan-kapan aku ingin yang lebih dari ini", tutur Erika.
Pukul 21.00 aku pulang dengan wajah gontai namun penuh senyum. Rejeki atau setan apa yang mampir ke tubuhku hingga Erika memintaku berbuat seperi itu, entahlah. Yang jelas kini setelah kejadian itu Erika kian sulit aku hubungi. Bahkan ketika bertemu di satu acara, melihatku Erika seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Erika kembali memperlakukanku seperti halnya wartawan lainnya. Oh Erika.. mana janjimu...
Janji wawancara dengan Erika telah disepakati di rumah seorang produser di sebuah apartemen di bilangan Jakarta Selatan. Ketika sampai di tempat yang di maksud, Erika telah menungguku. Saat ini pertemuan pertamaku dengan dia. Erika terkesan cuek dan dingin. Namun karena dia sudah menyanggupi, dia mempersilakan aku untuk masuk. Ruangan tamu yang tidak terlalu luas sedikit membuatku tegang. Namun ketegangan itu mereda ketika Erika membawa dua gelas minuman dingin sambil mempersilakanku untuk menikmati minuman yang telah dihidangkan.
"Terima kasih", kataku.
"Kamu mau tanya apa, waktuku terbatas, jangan lebih satu jam", tutur mojang Priangan yang sangat cantik ini.
Gaya ketus Erika sempat membuatku gugup. Apalagi dengan penampilannya sore itu yang aduhai mengenakan kaos ketat "you can see" yang sangat tipis, dengan bawahan span yang sangat pendek, membuatku semakin gugup. "Saya hanya ingin mendengar cerita pengalaman yang mengesankan dari Anda selama menjadi artis dangdut hingga setenar sekarang..." aku mengawali pertanyaan.
Wawancara semakin menarik dan hangat dan agaknya Erika lupa bahwa dia membatasiku hanya satu jam. Sebab ketika saya datang sudah pukul 16.30, tetapi saat ini jam telah menunjukkan pukul 18.00. Sampai pada suatu ketika usai melontarkan satu pertanyaan pribadi tentang orang yang menjadi dambaan hati, Erika manatapku tajam.
"Orangnya mirip kamu", kata Erika seraya tersenyum. Aku menelan ludah, mana mungkin artis secantik dia cowoknya sepertiku. Dengan sedikit "ge-er", aku menanyakan lagi "Apakah dia juga wartawan?"
"Ah, bukan. Dia pengangguran", Erika tertawa.
Tetapi kemudian dia terdiam dan menatapku lebih tajam. Aku meletakkan catatan, pena dan block note ke meja. Aku tatap pula Erika sambil menebak-nebak apa maunya artis cantik ini. Erika terus menatapku sambil sesekali dia menyibakkan rambutnya yang terurai sebahu hingga bulu-bulu ketiaknya yang tampak lebat dan subur kelihatan dengan jelas.
Tiba-tiba Erika mendekatiku dan menyilangkan kedua tangannya di atas bahuku. Semakin dag-dig-dug saja jantungku ini. Bau tubuh Erika yang sangat wangi menyengat di telinga dan pikiranku.
"Kamu mirip dia", katanya.
Aku pegang tangan Erika yang melingkar di bahuku, kucium lengannya dengan halus. Erika memejamkan mata, yang kuyakin tanda "iya". Erika semakin mendekat ke tubuhku sampai akhirnya kedua buah dadanya yang memang tampak sangat montok waktu itu menyentuh dadaku. Tanpa pikir panjang kucoba mencium bibirnya yang sedikit terbuka dan dia dengan antusias pula membalas ciumanku. Sambil terus gencar mencium bibirnya, kupeluk dia. Aku gesek-gesekkan dadaku hingga kekenyalan buah dadanya dapatku rasakan. Erika tampak kian bernafsu, sesekali bibirnya melepaskan diri dari bibirku namun mencium seluruh wajahku hingga basah. Sesekali sambil tertawa Erika menggigit hidungku.
Aku kian bernafsu mendapatkan serangan gencar dari artis cantik ini. Tanganku yang semula melingkar di pundaknya, kini kuarahkan untuk mulai bergerilya di buah dadanya. Aku elus pelan-pelan buah dadanya. Tanganku mencoba ke bawah untuk masuk ke BH-nya. Tapi tiba-tiba Erika menarik tanganku dan mendorong tubuhku. Aku terhempas di atas kursi.
"Wah kenapa dia ini, pasti dia marah melihat ulahku", batinku. Tidak jelas apa maksud Erika mendorong tubuhku. Yang saya lihat dia hanya menggeleng-gelengkan kepala. "Tanda menolakkah", batinku.
Erika kembali menatapku tajam. Kali ini agak lama. Namun tanpaku duga, tiba-tiba Erika sambil tersenyum melepas kaosnya yang sangat tipis dan seksi itu. Wow, mimpikah aku? Aku melihat dengan mata kepala sendiri artis secantik Erika, tubuhnya hanya terbalut BH yang sangat tipis dan ketat. Erika tersenyum. Kemudian dia menyibakkan rambutnya ke belakang dan menguncirnya. Sekali lagi aku terkesima, melihat buah dadanya yang tampak montok karena ditekan BH yang ketat dan bulu ketiaknya yang sangat lebat. Aku tak kuasa menahan birahi ini. Kudekati dia, kucoba mencium ketiaknya, hmm, luar biasa artis cantik ini. Ketiaknya pun sewangi ini, "Apalagi...", batinku.
Tapi Erika mendorongku sambil menggelengkan kepala. Aku hanya bisa diam dan merebah di kursi sambil menunggu apa yang akan dilakukan Erika sebentar lagi. Sambil tersenyum Erika kemudian meremas-remas sendiri buah dadanya, ditekan-tekannya, sambil sesekali bibirnya menggigit buah dadanya. "Ahh..." teriak Erika. "Kamu bisa mengerti ini semua kan?" tanyanya. Aku hanya mengangguk. Ketika aku mendekat, kembali Erika melarangku. Erika berdiri dan mengambil orange jus yang ada di kursi. Setelah diminum sedikit, sisanya ditumpahkan ke seluruh tubuhnya. Erika terus tersenyum kepadaku. Sementara penisku semakin tegang melihat kejadian ini.
"Boleh aku mendekatimu Ik?" tanyaku.
"Hmm, sini...", katanya. Kontan aku melocat dan akan memeluk dia, tiba-tiba Erika berkata "Duduk saja.." Aku pun menuruti perintahnya.
Setelah menatapku, tiba-tiba dia melepas span pendeknya dan melemparkan penutup vaginanya setelah celana dalam itu di atas kursi. Kini Erika mendekatiku dan kemudian dia memelukku sambil mencium seluruh tubuhku. Aku belum sempat terkesima melihat pemandangan yang sangat indah itu, Erika sudah sangat buas menciumiku. Aku balas ciumannya dengan melumat habis buah dada Erika yang kenyal itu.
"Aku lepas BH-nya Ik", kataku.
"Jangan..." timpal Erika.
Erika tampak bernafsu menciumi tubuhku. Sesekali dia membasahi wajah dan tubuhku dengan ludahnya terus dia jilati lagi. Aku kian tak tahan mendapat serangan seperti ini dan tanganku mulai meremas-remas pantat Erika yang tidak kalah kenyal dengan buah dadanya. Aku elus-elus pantatnya sambil pelan-pelan kumasukkan tanganku ke celana dalamnya. Ketika sudah menyentuh pantatnya, dia diam saja. Aku alihkan remasanku ke depan, tepatnya ke vaginanya. Woh, bulunya lebat sekali, andaikan aku bisa melihat dan menjilatinya..." kata batinku.
Tapi tiba-tiba Erika mencubit tanganku. Dia pasti tidak setuju dengan ulahku ini. Erika kembali mendorongku, tapi begitu aku jatuh terbaring di kursi, dia menindihku. Dibuka kakinya lebar-lebar sambil berusaha melepas celana panjangku. Aku membantu Erika dengan melucuti sendiri pakaianku. Hingga akhirnya aku tinggal memakai celana dalam dan Erika pun tinggal memakai celana dalam dan BH. Bulu kemaluannya yang lebat tampak sangat indah dengan celana dalamnya yang terpakai tidak dalam posisi yang benar itu, karena habis kuobrak-abrik dengan tanganku. Erika membuka kakiku lebar-lebar sambil kemudian dia melepas celana dalamku.
"Apa maunya.." kata batinku.
Begitu penisku yang tegang menyembul keluar, dengan penuh nafas Erika mengulumnya dengan buas. Sementara tanganku hanya bisa memainkan payudaranya.
"Aduuh, Erika. Jangan keras-keras", protesku.
Erika tidak mendengarkan. Bahkan dia terus melumat penisku dengan buasnya. Akhirnya Erika pun melepaskan BH dan celana dalamnya. Aku terkesima melihat pemandangan ini. Erika tanpa selebar benang pun melekat di tubuhnya. Vaginanya yang penuh bulu dan ketiaknya yang ditumbuhi rambut sangat lebat begitu memicu birahiku. Erika menjauh dariku dan dia duduk di bawah kursi. Sambil membuka kedua selangkangannya Erika memanggilku dan dia menuding penisku supaya dimasukkan ke vaginanya. Aku pun mengiyakan semua permintaan Erika dan terjadilah perbuatan maksiat itu. Aku terus menekan vaginanya, menari, menekan, menarik, menekan, sampai akhirnya Erika dan aku menjerit keras. Cairan segar muncrat dan sebagian mengenai wajahku dan dia, dan kami pun saling berpelukan.
"Maafkan aku", kataku.
"It's oke, kapan-kapan aku ingin yang lebih dari ini", tutur Erika.
Pukul 21.00 aku pulang dengan wajah gontai namun penuh senyum. Rejeki atau setan apa yang mampir ke tubuhku hingga Erika memintaku berbuat seperi itu, entahlah. Yang jelas kini setelah kejadian itu Erika kian sulit aku hubungi. Bahkan ketika bertemu di satu acara, melihatku Erika seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Erika kembali memperlakukanku seperti halnya wartawan lainnya. Oh Erika.. mana janjimu...
Memuaskan Rekan Kerja Dengan Rangsangan
Saya adalah seorang pria keturunan Cina, 28 tahun. Saya bekerja pada sebuah biro asuransi di Landmark Building, Jakarta. Pengalaman ini dimulai saat penerimaan seorang karyawati baru di kantor kami. Namanya, sebut saja Leni. Leni berperawakan mungil, tinggi sekitar 160 cm, berkulit putih bahkan cenderung pucat (maklum... ia keturunan Jepang-Belanda-Cina), rambut sebahu. Pertama kali bertemu saya langsung menyukai parasnya yang lugu dan terkesan alim.
Yang lebih menggairahkan saya, saat berjabat tangan, sekilas saya melihat lengannya yang putih ditumbuhi rambut-rambut halus. Bahkan, tatkala menyodorkan tangannya pada saya yang sedang duduk di kursi kerja, saya sempat melihat bulu-bulu yang cukup lebat mengintip di pangkal lengannya (baca: ketiak). Terus terang, saya sangat terangsang bila melihat wanita yang berbulu subur.
Hari itu (hari Senin) kebetulan manajer kami tidak datang ke kantor. Hari itu adalah hari ketiga Leni menjadi pegawai di kantor saya. Senin, hari yang paling membosankan. sekitar jam 11 siang saya mulai jenuh. Tidak ada orang lain di kantor. Leni mengikuti training di lantai 12. Iseng-iseng, seperti biasa saya konek ke internet dan langsung menuju ke HP 17Tahun.com. Baru saja 15 menit saya konek, sayup-sayup saya mendengar langkah kaki. Berhubung cerita yang saya baca lagi hot-hotnya, perhatian saya tetap tertuju ke layar notebook.
Mendadak seseorang menjulurkan kepalanya dari atas partisi. Betapa terperanjatnya saya melihat wajah imut Leni. Hari ini dia memakai setelan kemeja silk putih mengkilap dipadukan dengan rok mini berwarna putih. BH-nya terlihat tercetak di kemejanya yang tipis mengkilap tersebut. Ukuran dadanya tidak terlalu besar, tapi sepertinya ia memakai BH yang membuat gunung kembarnya seolah-olah mendesak ke atas.
Masih saya ingat betapa gugupnya saya waktu itu. "Lagi ngapain Bud?" tanyanya, "Gue barusan habis training, jadi hari ini gue nganggur nich. Ada yang bisa gue bantu?" Gile... dia mendekati meja saya. Sudah kepalang basah... apalagi saya yakin dia tidak akan dapat melihat layar monitor saya yang pasif matriks, komputer tidak saya matikan. "Nggak... gue lagi konek ke internet, saya juga lagi ngganggur...", sahut saya sambil berusaha menutupi layar monitor dengan badan saya.
"Apaan nich? Wah lagi baca berita yach?" Leni melongok dan membaca monitor dari samping bahu saya. Sekilas bukit kembarnya menempel ke kepala saya. Kontan, batang kemaluan saya yang barusan lembek karena kaget dengan kedatangan Leni kembali mengeras. Nekat saya menggeser kursi dan menarik kursi di depan meja saya. "Baca saja sendiri, tapi saya nggak tanggung jawab yach!" Perlahan Leni duduk di kursi yang saya sodorkan. Tidak sengaja, pangkal pahanya tersingkap. Putih sekali, bahkan sepertinya saya bisa melihat urat-uratnya yang berwarna merah muda. Hari ini barulah saya bisa melihat dari dekat betisnya yang halus dan mungil ditumbuhi rambut-rambut halus. Dasar rejeki, sekejap saya juga sempat melihat celana dalamnya. Warnanya biru senada dengan roknya. Karena terlalu singkat, saya tidak sempat melihat bulunya yang menurut perkiraan saya pastilah lebat dan berwarna kemerahan seperti warna rambutnya.
"Idihh bacaannya bacaan ABG..." goda Leni dengan genit setelah membaca sesaat. Gila ternyata ini anak tak sealim tampangnya. "Memangnya cuma ABG yang boleh baca cerita biru?" timpal saya sewot. Jantung saya berdetak kencang, mendadak saya menjadi sangat terangsang. Batang kejantanan saya terasa semakin keras dan buah zakar saya mengencang. Tapi saya tidak berani bertingkah macam-macam.
Leni terus menyimak cerita-cerita yang ada hingga sampai ke cerita "Bercinta Di Kantor". Mendadak keberanian saya timbul.
"Kamu suka ceritanya, Len?" suara saya terdengar bergetar.
"Suka sihh... tapi rada horor juga yach?" katanya parau.
Gile... kami berdua sama-sama grogi rupanya. Melihat ia lebih grogi, keberanian saya bertambah, "Kok horor? Enak mah iya..."
"Tau yach", timpalnya.
"Gue nggak pengalaman sich."
"Masa...", saya semakin berani dan mendekat serta menyentuh ringan pahanya.
"Masa segede ini belum punya pacar?"
"Janji nggak bilang-bilang yach Bud", Leni berbisik meskipun tidak ada orang yang akan menguping. Ia tidak protes dengan tangan saya yang mulai mengelus-ngelus paha halusnya, "Gue punya pacar, tapi kami nggak pernah gituan, paling-paling ciuman."
"Jadi kamu belum pernah ngerasain keluar donk?" saya semakin berani mengelus-ngelus pahanya dan kelihatannya dia pasrah saja. "Apaan tuch keluar?" tanyanya bingung.
"Mau gue kasih tau?" tangan saya semakin jauh masuk ke roknya dan menyentuh celana dalamnya. Celana dalamnya terbuat dari nilon tipis. Terasa betapa lebat hutan belantara di balik kain tipis tersebut. Mendadak Leni tersadar dan mencoba menepis tangan saya. "Jangan gitu ah..." katanya. "Lu jangan kurang ajar donk." Segera saya menarik tangan saya karena saya sadar ini cewek benar-benar kuper. "Elo sendiri gimana Bud? Maksud gue pengalaman seksual lu?"
Entah kenapa di depan cewek yang satu ini saya bertutur jujur. Saya mengaku kalau sudah pacaran lebih dari 5 tahun. Kami nggak pernah hubungan seksual total. Paling banter oral seks. Namun, hampir dalam setiap hubungan, cewek saya selalu orgasme. "Saya ini perjaka yang pakar memuaskan cewek loch.." gurauku. "Kamu mau coba? Saya jamin kamu akan tetap perawan seperti pacarku"
"Nggak ah..." tolaknya halus sambil berusaha menjauh. Tindakannya ini malah membuat rok mininya tersibak. Celana dalamnya mengintip keluar. Karena belaian saya tadi, celana dalamnya tersingkap dan dari sela-sela pangkal pahanya menyembul bulu-bulu lebat keriting. Oh my God, saya tak tahan lagi. Secepat kilat tangan kiri saya merangkul lehernya dan saya mulai menciumi cuping telinganya.
"Ah Bud... kamu nakal... geli nich..." Leni meronta-ronta halus, tapi saya tidak menangkap gelagatnya ingin melepaskan diri. Saya semakin bernapsu, perlahan-lahan tangan saya membuka 2 kancing baju teratasnya. "Jangan dibuka Bud..." desah Leni. "Malu... inikan di kantor." Ia segera mengancingkan bajunya.
"Begini deh...", saya mulai membujuk dengan nafas yang semakin memburu, "Saya akan mengenalkan kamu dengan dunia baru. Kalau kamu tidak suka, kamu boleh minta berhenti kapan saja. Saya janji nggak akan macam-macam kalau kamu nggak setuju. Juga, saya nggak akan merusak keperawanan kamu. Demi Tuhan Len, saya janji." kata saya dengan suara yang semakin parau. Batang kemaluan saya terasa berdenyut-denyut kencang. Terasa ujung kemaluan saya sudah basah dan cairan hangatnya terasa menempel ke celana dalam saya.
"Hmm", kata Leni kegelian karena saya mengelus-ngelus paha bagian dalamnya. Rupanya ini salah satu "Hot Spot"-nya. Perlahan saya buka kakinya, dan menyibak celana dalam mininya. Celana dalam tersebut memiliki ikatan di samping kanan dan kiri. Gila juga ini cewek, nggak pernah berhubungan seks tapi suka pakai lingerie. Segera saya tarik ikatan celana dalamnya. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan celana tersebut saya masukkan ke dalam laci meja kerja.
Bau khas vagina wanita merebak ke luar. Benar dugaan saya, bulu kemaluan cewek yang satu ini begitu lebat. Bahkan bulu kemaluannya menyebar tumbuh teratur keluar dari celana dalamnya sampai ke pusar. Lebih gilanya lagi, sepertinya Leni tidak pernah memotong atau merapikan bulu kemaluannya. Terbukti, bulunya panjang sekali, lebih dari 7 cm. bulu kemaluan tersebut saya belai lembut sementara bibir saya mulai mencari-cari leher jenjangnya. Satu tangan saya yang lain mulai bergerak mengelus-ngelus paha dalamnya.
Bibir saya bergerak terus ke atas mencari cuping telingannya. Bau parfum pleasure sayup-sayup menerpa hidung, membuat saya semakin terangsang. Lidah saya mulai bermain di sekeliling cuping telinganya, bergerak perlahan menelusuri lubang telinganya. Tak sadar Leni mulai melenguh halus, tapi tidak lama karena ia tersadar dan berusaha mengecilkan suaranya takut terdengar divisi sebelah.
Sembari lidah saya bermain di kupingnya, jari tangan saya mulai bergerak ke arah bibir vaginanya. Saya sempat kaget, bibir itu sudah basah, sangat basah. Perlahan saya membuka bibir surga tersebut. Terasa hangat dan ya Tuhan, clitorisnya ekstra besar. Saya mulai membuat usapan melingkar mengelilingi bibir luar kemaluannya, makin lama semakin kencang. Sekitar 2 menit, tangan saya yang satunya membantu membuka bibir kemaluan tersebut, lalu tangan kanan saya mulai bergerak mengitari pintu saluran kencingnya. Pengalaman saya, banyak wanita yang merasakan sensasi yang luar biasa jika muara uterusnya ini dirangsang, termasuk Leni. Saya tidak menemui banyak kesulitan karena vagina Leni sudah begitu basah.
Sementara tangan kanan saya mengelus-ngelus tipis muara saluran kencingnya, tangan kiri saya gunakan untuk menggosok klitorisnya yang sudah membesar hampir sebesar kacang kedele. Selang 5 menit kemudian, Leni mulai agresif. Ia mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya mengikuti gerakan jari saya. Meskipun demikian suaranya masih dapat dikontrol. Tak berapa lama, saya merasakan klitorisnya mengeras dan tertarik ke belakang, sementara bibir vaginanya berdenyut-denyut. Segera seluruh badannya bergetar kencang. Leni tetap tidak bersuara, tapi saya tahu ia sedang mendekati orgasme, puncak segala kenikmatan. Gerakan jari saya perkencang dan Leni mulai mencengkeram erat paha saya. Ia menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan kencang seraya mengguncang-guncang kepalanya. Tidak berapa lama, ia terdiam lemas dan perlahan-lahan cengkeramannya mengendur.
Saya membiarkan ia menikmati saat tenangnya. Gerakan jari saya di vaginanya saya hentikan, tangan saya beralih mengelus pahanya dan tangan yang lain meremas-remas pelan payudaranya. Leni membuka matanya, wajahnya kelihatan bersinar. Ia tersenyum dan berkata kalau ia baru menyadari bahwa ia telah melewatkan kesempatan untuk menikmati pengalaman-pengalaman nikmat seperti yang barusan ia alami. Tangannya bergerak meraih tissu di meja saya, ia membersihkan vaginanya sekedarnya. Saya menyerahkan celana dalamnya. Ia mengantonginya, dan beranjak ke toilet.
Sepeninggal Leni, saya baru menyadari kalau tongkat kemaluan saya dan biji zakar saya sudah sangat keras. "Dasar cewek kuper tidak bertanggung jawab", saya mendumel sendiri. Bergegas saya juga ke toilet dan melakukan onani. Sekitar 15 menit saya di toilet. Sewaktu kembali ke meja kantor, Leni sudah duduk rapi di meja saya sambil membaca kembali cerita-cerita 17Tahun™ yang masih tersisa. 'Kemana saja sich?" katanya manyun. "Kamu sich.. ninggalin aku... tabrak lari." tangkisku, "Saya terpaksa swalayan di kamar mandi."
"Sorry Bud, saya nggak tau. Lain kali ajarin saya buat bikin kamu nikmat yach!" Leni tersenyum simpul. "Kamu masih mau begitu lagi?" tanyaku bersemangat. "Of course, asal kamu janji akan tetap menjaga keperawanan saya, OK?" jawab Leni.
Demikianlah, akhirnya "kursus" saya dan Leni berlanjut terus sampai saat ini. Setiap kali Leni dan saya ingin melakukannya, Leni sengaja tidak berangkat setelah rapat pagi. Ia bersembunyi di toilet. Setelah semua orang pergi, ia beranjak ke meja saya. Kali ini tanpa celana dalam dan BH. Kreatifitas kami dipacu. Kami berusaha mencari variasi-variasi baru, seperti memakai alat pijat bergetar yang memakai baterai, oral seks, dan bahkan memakai sosis bekal makan siang kami. Beberapa kali kami makan siang bersama dan check-in di motel. Sampai saat ini, Leni tetap perawan dan kami tetap menjalin hubungan dengan pacar masing-masing. Hubungan kami ibarat praktikum seks dan berbagi kenikmatan yang tidak kami peroleh dari pasangan masing-masing.
Yang lebih menggairahkan saya, saat berjabat tangan, sekilas saya melihat lengannya yang putih ditumbuhi rambut-rambut halus. Bahkan, tatkala menyodorkan tangannya pada saya yang sedang duduk di kursi kerja, saya sempat melihat bulu-bulu yang cukup lebat mengintip di pangkal lengannya (baca: ketiak). Terus terang, saya sangat terangsang bila melihat wanita yang berbulu subur.
Hari itu (hari Senin) kebetulan manajer kami tidak datang ke kantor. Hari itu adalah hari ketiga Leni menjadi pegawai di kantor saya. Senin, hari yang paling membosankan. sekitar jam 11 siang saya mulai jenuh. Tidak ada orang lain di kantor. Leni mengikuti training di lantai 12. Iseng-iseng, seperti biasa saya konek ke internet dan langsung menuju ke HP 17Tahun.com. Baru saja 15 menit saya konek, sayup-sayup saya mendengar langkah kaki. Berhubung cerita yang saya baca lagi hot-hotnya, perhatian saya tetap tertuju ke layar notebook.
Mendadak seseorang menjulurkan kepalanya dari atas partisi. Betapa terperanjatnya saya melihat wajah imut Leni. Hari ini dia memakai setelan kemeja silk putih mengkilap dipadukan dengan rok mini berwarna putih. BH-nya terlihat tercetak di kemejanya yang tipis mengkilap tersebut. Ukuran dadanya tidak terlalu besar, tapi sepertinya ia memakai BH yang membuat gunung kembarnya seolah-olah mendesak ke atas.
Masih saya ingat betapa gugupnya saya waktu itu. "Lagi ngapain Bud?" tanyanya, "Gue barusan habis training, jadi hari ini gue nganggur nich. Ada yang bisa gue bantu?" Gile... dia mendekati meja saya. Sudah kepalang basah... apalagi saya yakin dia tidak akan dapat melihat layar monitor saya yang pasif matriks, komputer tidak saya matikan. "Nggak... gue lagi konek ke internet, saya juga lagi ngganggur...", sahut saya sambil berusaha menutupi layar monitor dengan badan saya.
"Apaan nich? Wah lagi baca berita yach?" Leni melongok dan membaca monitor dari samping bahu saya. Sekilas bukit kembarnya menempel ke kepala saya. Kontan, batang kemaluan saya yang barusan lembek karena kaget dengan kedatangan Leni kembali mengeras. Nekat saya menggeser kursi dan menarik kursi di depan meja saya. "Baca saja sendiri, tapi saya nggak tanggung jawab yach!" Perlahan Leni duduk di kursi yang saya sodorkan. Tidak sengaja, pangkal pahanya tersingkap. Putih sekali, bahkan sepertinya saya bisa melihat urat-uratnya yang berwarna merah muda. Hari ini barulah saya bisa melihat dari dekat betisnya yang halus dan mungil ditumbuhi rambut-rambut halus. Dasar rejeki, sekejap saya juga sempat melihat celana dalamnya. Warnanya biru senada dengan roknya. Karena terlalu singkat, saya tidak sempat melihat bulunya yang menurut perkiraan saya pastilah lebat dan berwarna kemerahan seperti warna rambutnya.
"Idihh bacaannya bacaan ABG..." goda Leni dengan genit setelah membaca sesaat. Gila ternyata ini anak tak sealim tampangnya. "Memangnya cuma ABG yang boleh baca cerita biru?" timpal saya sewot. Jantung saya berdetak kencang, mendadak saya menjadi sangat terangsang. Batang kejantanan saya terasa semakin keras dan buah zakar saya mengencang. Tapi saya tidak berani bertingkah macam-macam.
Leni terus menyimak cerita-cerita yang ada hingga sampai ke cerita "Bercinta Di Kantor". Mendadak keberanian saya timbul.
"Kamu suka ceritanya, Len?" suara saya terdengar bergetar.
"Suka sihh... tapi rada horor juga yach?" katanya parau.
Gile... kami berdua sama-sama grogi rupanya. Melihat ia lebih grogi, keberanian saya bertambah, "Kok horor? Enak mah iya..."
"Tau yach", timpalnya.
"Gue nggak pengalaman sich."
"Masa...", saya semakin berani dan mendekat serta menyentuh ringan pahanya.
"Masa segede ini belum punya pacar?"
"Janji nggak bilang-bilang yach Bud", Leni berbisik meskipun tidak ada orang yang akan menguping. Ia tidak protes dengan tangan saya yang mulai mengelus-ngelus paha halusnya, "Gue punya pacar, tapi kami nggak pernah gituan, paling-paling ciuman."
"Jadi kamu belum pernah ngerasain keluar donk?" saya semakin berani mengelus-ngelus pahanya dan kelihatannya dia pasrah saja. "Apaan tuch keluar?" tanyanya bingung.
"Mau gue kasih tau?" tangan saya semakin jauh masuk ke roknya dan menyentuh celana dalamnya. Celana dalamnya terbuat dari nilon tipis. Terasa betapa lebat hutan belantara di balik kain tipis tersebut. Mendadak Leni tersadar dan mencoba menepis tangan saya. "Jangan gitu ah..." katanya. "Lu jangan kurang ajar donk." Segera saya menarik tangan saya karena saya sadar ini cewek benar-benar kuper. "Elo sendiri gimana Bud? Maksud gue pengalaman seksual lu?"
Entah kenapa di depan cewek yang satu ini saya bertutur jujur. Saya mengaku kalau sudah pacaran lebih dari 5 tahun. Kami nggak pernah hubungan seksual total. Paling banter oral seks. Namun, hampir dalam setiap hubungan, cewek saya selalu orgasme. "Saya ini perjaka yang pakar memuaskan cewek loch.." gurauku. "Kamu mau coba? Saya jamin kamu akan tetap perawan seperti pacarku"
"Nggak ah..." tolaknya halus sambil berusaha menjauh. Tindakannya ini malah membuat rok mininya tersibak. Celana dalamnya mengintip keluar. Karena belaian saya tadi, celana dalamnya tersingkap dan dari sela-sela pangkal pahanya menyembul bulu-bulu lebat keriting. Oh my God, saya tak tahan lagi. Secepat kilat tangan kiri saya merangkul lehernya dan saya mulai menciumi cuping telinganya.
"Ah Bud... kamu nakal... geli nich..." Leni meronta-ronta halus, tapi saya tidak menangkap gelagatnya ingin melepaskan diri. Saya semakin bernapsu, perlahan-lahan tangan saya membuka 2 kancing baju teratasnya. "Jangan dibuka Bud..." desah Leni. "Malu... inikan di kantor." Ia segera mengancingkan bajunya.
"Begini deh...", saya mulai membujuk dengan nafas yang semakin memburu, "Saya akan mengenalkan kamu dengan dunia baru. Kalau kamu tidak suka, kamu boleh minta berhenti kapan saja. Saya janji nggak akan macam-macam kalau kamu nggak setuju. Juga, saya nggak akan merusak keperawanan kamu. Demi Tuhan Len, saya janji." kata saya dengan suara yang semakin parau. Batang kemaluan saya terasa berdenyut-denyut kencang. Terasa ujung kemaluan saya sudah basah dan cairan hangatnya terasa menempel ke celana dalam saya.
"Hmm", kata Leni kegelian karena saya mengelus-ngelus paha bagian dalamnya. Rupanya ini salah satu "Hot Spot"-nya. Perlahan saya buka kakinya, dan menyibak celana dalam mininya. Celana dalam tersebut memiliki ikatan di samping kanan dan kiri. Gila juga ini cewek, nggak pernah berhubungan seks tapi suka pakai lingerie. Segera saya tarik ikatan celana dalamnya. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan celana tersebut saya masukkan ke dalam laci meja kerja.
Bau khas vagina wanita merebak ke luar. Benar dugaan saya, bulu kemaluan cewek yang satu ini begitu lebat. Bahkan bulu kemaluannya menyebar tumbuh teratur keluar dari celana dalamnya sampai ke pusar. Lebih gilanya lagi, sepertinya Leni tidak pernah memotong atau merapikan bulu kemaluannya. Terbukti, bulunya panjang sekali, lebih dari 7 cm. bulu kemaluan tersebut saya belai lembut sementara bibir saya mulai mencari-cari leher jenjangnya. Satu tangan saya yang lain mulai bergerak mengelus-ngelus paha dalamnya.
Bibir saya bergerak terus ke atas mencari cuping telingannya. Bau parfum pleasure sayup-sayup menerpa hidung, membuat saya semakin terangsang. Lidah saya mulai bermain di sekeliling cuping telinganya, bergerak perlahan menelusuri lubang telinganya. Tak sadar Leni mulai melenguh halus, tapi tidak lama karena ia tersadar dan berusaha mengecilkan suaranya takut terdengar divisi sebelah.
Sembari lidah saya bermain di kupingnya, jari tangan saya mulai bergerak ke arah bibir vaginanya. Saya sempat kaget, bibir itu sudah basah, sangat basah. Perlahan saya membuka bibir surga tersebut. Terasa hangat dan ya Tuhan, clitorisnya ekstra besar. Saya mulai membuat usapan melingkar mengelilingi bibir luar kemaluannya, makin lama semakin kencang. Sekitar 2 menit, tangan saya yang satunya membantu membuka bibir kemaluan tersebut, lalu tangan kanan saya mulai bergerak mengitari pintu saluran kencingnya. Pengalaman saya, banyak wanita yang merasakan sensasi yang luar biasa jika muara uterusnya ini dirangsang, termasuk Leni. Saya tidak menemui banyak kesulitan karena vagina Leni sudah begitu basah.
Sementara tangan kanan saya mengelus-ngelus tipis muara saluran kencingnya, tangan kiri saya gunakan untuk menggosok klitorisnya yang sudah membesar hampir sebesar kacang kedele. Selang 5 menit kemudian, Leni mulai agresif. Ia mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya mengikuti gerakan jari saya. Meskipun demikian suaranya masih dapat dikontrol. Tak berapa lama, saya merasakan klitorisnya mengeras dan tertarik ke belakang, sementara bibir vaginanya berdenyut-denyut. Segera seluruh badannya bergetar kencang. Leni tetap tidak bersuara, tapi saya tahu ia sedang mendekati orgasme, puncak segala kenikmatan. Gerakan jari saya perkencang dan Leni mulai mencengkeram erat paha saya. Ia menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan kencang seraya mengguncang-guncang kepalanya. Tidak berapa lama, ia terdiam lemas dan perlahan-lahan cengkeramannya mengendur.
Saya membiarkan ia menikmati saat tenangnya. Gerakan jari saya di vaginanya saya hentikan, tangan saya beralih mengelus pahanya dan tangan yang lain meremas-remas pelan payudaranya. Leni membuka matanya, wajahnya kelihatan bersinar. Ia tersenyum dan berkata kalau ia baru menyadari bahwa ia telah melewatkan kesempatan untuk menikmati pengalaman-pengalaman nikmat seperti yang barusan ia alami. Tangannya bergerak meraih tissu di meja saya, ia membersihkan vaginanya sekedarnya. Saya menyerahkan celana dalamnya. Ia mengantonginya, dan beranjak ke toilet.
Sepeninggal Leni, saya baru menyadari kalau tongkat kemaluan saya dan biji zakar saya sudah sangat keras. "Dasar cewek kuper tidak bertanggung jawab", saya mendumel sendiri. Bergegas saya juga ke toilet dan melakukan onani. Sekitar 15 menit saya di toilet. Sewaktu kembali ke meja kantor, Leni sudah duduk rapi di meja saya sambil membaca kembali cerita-cerita 17Tahun™ yang masih tersisa. 'Kemana saja sich?" katanya manyun. "Kamu sich.. ninggalin aku... tabrak lari." tangkisku, "Saya terpaksa swalayan di kamar mandi."
"Sorry Bud, saya nggak tau. Lain kali ajarin saya buat bikin kamu nikmat yach!" Leni tersenyum simpul. "Kamu masih mau begitu lagi?" tanyaku bersemangat. "Of course, asal kamu janji akan tetap menjaga keperawanan saya, OK?" jawab Leni.
Demikianlah, akhirnya "kursus" saya dan Leni berlanjut terus sampai saat ini. Setiap kali Leni dan saya ingin melakukannya, Leni sengaja tidak berangkat setelah rapat pagi. Ia bersembunyi di toilet. Setelah semua orang pergi, ia beranjak ke meja saya. Kali ini tanpa celana dalam dan BH. Kreatifitas kami dipacu. Kami berusaha mencari variasi-variasi baru, seperti memakai alat pijat bergetar yang memakai baterai, oral seks, dan bahkan memakai sosis bekal makan siang kami. Beberapa kali kami makan siang bersama dan check-in di motel. Sampai saat ini, Leni tetap perawan dan kami tetap menjalin hubungan dengan pacar masing-masing. Hubungan kami ibarat praktikum seks dan berbagi kenikmatan yang tidak kami peroleh dari pasangan masing-masing.
Hari Minggu Bersama Kekasih/Pacar
Cerita ini merupakan pengalaman dan petualangan tersendiri bagi saya tentang seks. Saya adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun. Nama saya Iwan (samaran). Cerita ini terjadi sekitar akhir tahun lalu. Dan saya nggak menyangka akan mengalaminya. Singkat cerita saya mempunyai pacar yang umurnya di bawah saya. Namanya Tia, dia masih duduk di bangku SMA kelas 2. Hubungan kami selama ini lancar-lancar saja. Keberadaan saya sangat didukung oleh orang tua pacar saya. Sebenarnya saya hubungan sama dia hanya sekedar pelarian saja. Karena sebelumnya saya baru putus sama pacar saya. Ketika itu hari minggu seperti biasa saya datang ke rumahnya. Sebenarnya pas malam minggu saya juga datang. Tapi karena dia selalu sendirian di rumah kalau pas hari minggu, jadi dia selalu minta saya menemaninya.
Ketika itu semua keluarganya pada keluar, orang tuanya ada acara, adiknya ada les tambahan di sekolahnya. Jadi singkatnya klop sudah suasana di rumah itu. Setelah semua pada pergi, akhirnya kami berdua duduk di sofa depan TV. Pada saat itu acaranya lagi film Xena The Prince Warrior. Iseng-iseng lagi nonton saya nyeletuk "Tia, toket kamu sama besar sama dia yach...", sambil saya tunjuk ke TV. Dia cuma bilang "Idih mulai genit yach." Setelah itu dia bersenderan ke bahu saya. Memang mesti diakui kalau payudara pacar saya gede banget, pokoknya bikin horny dach. Pada saat dia senderan, saya dapat melihat belahan payudara dia, karena saat itu dia pakai baju strit yang lubang lehernya sampai ke dada. "Busyet dach tuh payudara sampai-sampai nggak muat tuh baju", pikir saya saat itu. Saya sudah tidak dapat menahan lagi nafsu saya, waktu dia secara tak sengaja menggesek dadanya. Secepat kilat saya menciuminya dan melumatnya. Dia hanya bisa terengah-engah "Aachh... aachh...!" Tangan saya sudah sangat lincah untuk bergerak. Mungkin ini sudah lumrah untuk semua laki-laki kalau lagi berciuman. Payudaranya yang begitu menantang saya remas tiada henti. Ciuman saya tidak hanya di bibir saja, saya coba untuk menjelajahi lehernya dan terus bergerak turun lagi sampai ke bukit tinggi yang menantang itu.
Saya coba ciumi itu payudara dari luar bajunya. Tangan ini tidak tinggal diam, yang satu meremas tiada henti payudaranya sedang yang satu sibuk memegang pantatnya. Dia begitu terengah-engah ketika saya cium payudaranya. "Ooh say..!" itu suara yang keluar dari mulutnya. Ciuman saya pindah kembali untuk mengulum bibirnya yang seksi. Saya coba merebahkan tubuhnya di sofa itu. Ketika sedang sibuk mengulum bibirnya, saya terkejut ketika dia menaik-naikkan pantatnya. Dan ini tentunya menggesek kemaluan saya. Terus terang saja sebelumnya saya tidak berkeinginan untuk berbuat lebih jauh lagi. Tapi begitu dia sampai bereaksi demikian, saya nggak bisa menahan lagi. Saat dia mulai menaik-naikkan lagi pantatnya saya coba membuka selangkangannya. Saya gesek kemaluannya dengan kemaluan saya yang sudah tegang banget. Oh... biarpun masih terhalang oleh pakaian kami masing-masing, tapi tetap saja ada rasa hangat ketika kemaluan kami beradu.
Akhirnya saya beranikan diri untuk membuka bajunya. Dia menurut saja dan bahkan membukakan baju saya. Tangan saya semakin berani dengan membuka BH-nya. Begitu indah dua bukit itu. Segera saya lumat habis itu payudara, saya ciumi, saya gigit-gigit kecil dan dia terengah-engah. "Oh Wan... geli.. echh... aduh sakit Wan... jangan digigit!" saya nggak peduli erangannya. Tangan yang satu sibuk meremas sedang yang satu sedang membuka celananya. Dia waktu itu memakai celana panjang katun. Saya coba membuka celananya dan mengelus kemaluannya. Oh ternyata terasa lembab dan hangat. Saya mainkan kemaluan dia yang cuma terhalang oleh kain tipis. Dia menggelinjang tak karuan. "Aachh... aacchh...!" "Tia... kamu sudah basah yach...?" tanya saya. "Iyaa... aachh... sstt... aduh Wann... sstt!" dia mengerang lagi. Akhirnya saya lepas semua pakaiannya. Dan saya pun melepas semua pakaian saya. Akhirnya kini kami sudah berbugil ria. Sejenak saya pandang dia, dan saya berbisik ke dia. "Tia... kita pindah ke kamarmu saja yach..?" dia mengangguk lemah.
Setelah di kamar, saya lanjutkan permainan tadi. Saya lumat lagi bibirnya, saya remas payudaranya dan saya selipkan jari tangan yang satu kedalam vaginanya, dia terengah kaget. Dia menggelinjang tak karuan. "Aacchh... aachh... sstt!" Saya gosok jari itu keluar masuk. Dia semakin gila menggelinjang. Saya gosok terus jari itu sampai suatu saat di mengejang panjang, mungkin dia sudah mencampai klimaksnya. "Aauuchh... aahh... Iwann... aachh!" "Crett... crett... crett..." jari ini basah kuyup oleh lendirnya. Saya nggak peduli dia sudah klimaks. Saya lumat bibir dia dan terus menyusuri lehernya dan terhenti di dua buah bukit tinggi itu. Tangan saya meremasnya dan mulut ini tak henti menghisapnya. Erangannya mulai terdengar lagi kala saya hisap itu bukit.
Saya mainkan putingnya yang sudah mengeras. Saya gigit-gigit kecil sampai dia menggelinjang-gelinjang kegelian. Pada saat saya tak dapat menahan lagi penis saya untuk melaksanakan kerjanya. Saya membuka kakinya itu melebar. Begitu ujung penis saya beradu dengan vaginanya, begitu hangat dan lembut yang terasa. Saya coba menekan pantat ini, dia mengerang dan tusukan saya meleset. Begitu sempit vagina itu. Saya coba lagi setelah saya ludahi penis saya. Saya bimbing penis saya dengan tangan kanan saya. Saya tekan penis saya sampai masuk kepalanya saja. Tia menjerit kesakitan, "Aachh... Wan sakiit... aachh!" Saya coba tenangkan dia. Setelah dia tenang, saya tekan lagi penis saya. Saya sudah nggak peduli jeritan Tia. Saya masukkan habis penis saya sampai pangkalnya. Tia menjerit-jerit dan meggeleng-gelengkan kepalanya. Dia menangis sambil menahan sakit. "Iwaann... aacchh... jangan dii... aacchh... aacchh... sakiitt... sakiitt Waann!" Memang saya juga agak terasa ngilu karena sempitnya vaginanya. Setelah penis saya amblas semua, saya coba keluar masukan penis saya. Tia masih mengerang-ngerang kesakitan. Tapi lama kelamaan erangan kesakitan itu mulai berubah menjadi erangan kenikmatan. "Oohh... sstt... aachh... aacchh...!" Saya coba percepat goyangan saya. Dan Tia pun mulai aktif menggoyang pinggulnya. Begitu terasa nikmat sekali. "ooh... Tia... truss... aacchh... aacchh!" "Waann... aacchh... sstt... aawww... aacchh!" Tiba-tiba Tia mengerang kejang, rupanya dia sudah mencapai klimaksnya lagi. "Waann... aacchh... nggaak kuuaatt... aacchh... aachh!" Crett... crett... crett, dia mengeluarkan maninya lagi. Saya pun mulai merasa ada sesuatu yang memaksa keluar dari penis saya ini. Saya percepat kayuhan itu dan akhirnya, "Aahh... Tiaa... aacchh... sstt!" Crett... cret... crett.. sperma saya juga akhirnya keluar dengan deras.
Kami akhirnya terkulai lemas di atas kasur. Kukecup bibirnya dan dia tersenyum manis. "Maafkan saya Tia, kesucianmu sudah saya ambil." Dia tersenyum sambil mengeluarkan air mata. Dia memeluk saya erat sekali. Sungguh saya sebenarnya nggak berniat terlalu jauh sama Tia. Tapi setan telah merasuk sampai saya dan Tia berbuat maksiat itu. Saya telah menyelewengkan arti cinta ke dalam nafsu bejat. Itulah pengalaman pertama saya dalam seks. Dan itu cuma berlangsung sekali antara saya sama Tia. Karena tak lama setelah Lebaran Idul Fitri kami berpisah. Biarpun telah berpisah, saya tak akan mungkin melupakannya. Terutama hari Minggu itu. "Maafkan saya Tia, I will always love you hanny, wherever you are!"
Ketika itu semua keluarganya pada keluar, orang tuanya ada acara, adiknya ada les tambahan di sekolahnya. Jadi singkatnya klop sudah suasana di rumah itu. Setelah semua pada pergi, akhirnya kami berdua duduk di sofa depan TV. Pada saat itu acaranya lagi film Xena The Prince Warrior. Iseng-iseng lagi nonton saya nyeletuk "Tia, toket kamu sama besar sama dia yach...", sambil saya tunjuk ke TV. Dia cuma bilang "Idih mulai genit yach." Setelah itu dia bersenderan ke bahu saya. Memang mesti diakui kalau payudara pacar saya gede banget, pokoknya bikin horny dach. Pada saat dia senderan, saya dapat melihat belahan payudara dia, karena saat itu dia pakai baju strit yang lubang lehernya sampai ke dada. "Busyet dach tuh payudara sampai-sampai nggak muat tuh baju", pikir saya saat itu. Saya sudah tidak dapat menahan lagi nafsu saya, waktu dia secara tak sengaja menggesek dadanya. Secepat kilat saya menciuminya dan melumatnya. Dia hanya bisa terengah-engah "Aachh... aachh...!" Tangan saya sudah sangat lincah untuk bergerak. Mungkin ini sudah lumrah untuk semua laki-laki kalau lagi berciuman. Payudaranya yang begitu menantang saya remas tiada henti. Ciuman saya tidak hanya di bibir saja, saya coba untuk menjelajahi lehernya dan terus bergerak turun lagi sampai ke bukit tinggi yang menantang itu.
Saya coba ciumi itu payudara dari luar bajunya. Tangan ini tidak tinggal diam, yang satu meremas tiada henti payudaranya sedang yang satu sibuk memegang pantatnya. Dia begitu terengah-engah ketika saya cium payudaranya. "Ooh say..!" itu suara yang keluar dari mulutnya. Ciuman saya pindah kembali untuk mengulum bibirnya yang seksi. Saya coba merebahkan tubuhnya di sofa itu. Ketika sedang sibuk mengulum bibirnya, saya terkejut ketika dia menaik-naikkan pantatnya. Dan ini tentunya menggesek kemaluan saya. Terus terang saja sebelumnya saya tidak berkeinginan untuk berbuat lebih jauh lagi. Tapi begitu dia sampai bereaksi demikian, saya nggak bisa menahan lagi. Saat dia mulai menaik-naikkan lagi pantatnya saya coba membuka selangkangannya. Saya gesek kemaluannya dengan kemaluan saya yang sudah tegang banget. Oh... biarpun masih terhalang oleh pakaian kami masing-masing, tapi tetap saja ada rasa hangat ketika kemaluan kami beradu.
Akhirnya saya beranikan diri untuk membuka bajunya. Dia menurut saja dan bahkan membukakan baju saya. Tangan saya semakin berani dengan membuka BH-nya. Begitu indah dua bukit itu. Segera saya lumat habis itu payudara, saya ciumi, saya gigit-gigit kecil dan dia terengah-engah. "Oh Wan... geli.. echh... aduh sakit Wan... jangan digigit!" saya nggak peduli erangannya. Tangan yang satu sibuk meremas sedang yang satu sedang membuka celananya. Dia waktu itu memakai celana panjang katun. Saya coba membuka celananya dan mengelus kemaluannya. Oh ternyata terasa lembab dan hangat. Saya mainkan kemaluan dia yang cuma terhalang oleh kain tipis. Dia menggelinjang tak karuan. "Aachh... aacchh...!" "Tia... kamu sudah basah yach...?" tanya saya. "Iyaa... aachh... sstt... aduh Wann... sstt!" dia mengerang lagi. Akhirnya saya lepas semua pakaiannya. Dan saya pun melepas semua pakaian saya. Akhirnya kini kami sudah berbugil ria. Sejenak saya pandang dia, dan saya berbisik ke dia. "Tia... kita pindah ke kamarmu saja yach..?" dia mengangguk lemah.
Setelah di kamar, saya lanjutkan permainan tadi. Saya lumat lagi bibirnya, saya remas payudaranya dan saya selipkan jari tangan yang satu kedalam vaginanya, dia terengah kaget. Dia menggelinjang tak karuan. "Aacchh... aachh... sstt!" Saya gosok jari itu keluar masuk. Dia semakin gila menggelinjang. Saya gosok terus jari itu sampai suatu saat di mengejang panjang, mungkin dia sudah mencampai klimaksnya. "Aauuchh... aahh... Iwann... aachh!" "Crett... crett... crett..." jari ini basah kuyup oleh lendirnya. Saya nggak peduli dia sudah klimaks. Saya lumat bibir dia dan terus menyusuri lehernya dan terhenti di dua buah bukit tinggi itu. Tangan saya meremasnya dan mulut ini tak henti menghisapnya. Erangannya mulai terdengar lagi kala saya hisap itu bukit.
Saya mainkan putingnya yang sudah mengeras. Saya gigit-gigit kecil sampai dia menggelinjang-gelinjang kegelian. Pada saat saya tak dapat menahan lagi penis saya untuk melaksanakan kerjanya. Saya membuka kakinya itu melebar. Begitu ujung penis saya beradu dengan vaginanya, begitu hangat dan lembut yang terasa. Saya coba menekan pantat ini, dia mengerang dan tusukan saya meleset. Begitu sempit vagina itu. Saya coba lagi setelah saya ludahi penis saya. Saya bimbing penis saya dengan tangan kanan saya. Saya tekan penis saya sampai masuk kepalanya saja. Tia menjerit kesakitan, "Aachh... Wan sakiit... aachh!" Saya coba tenangkan dia. Setelah dia tenang, saya tekan lagi penis saya. Saya sudah nggak peduli jeritan Tia. Saya masukkan habis penis saya sampai pangkalnya. Tia menjerit-jerit dan meggeleng-gelengkan kepalanya. Dia menangis sambil menahan sakit. "Iwaann... aacchh... jangan dii... aacchh... aacchh... sakiitt... sakiitt Waann!" Memang saya juga agak terasa ngilu karena sempitnya vaginanya. Setelah penis saya amblas semua, saya coba keluar masukan penis saya. Tia masih mengerang-ngerang kesakitan. Tapi lama kelamaan erangan kesakitan itu mulai berubah menjadi erangan kenikmatan. "Oohh... sstt... aachh... aacchh...!" Saya coba percepat goyangan saya. Dan Tia pun mulai aktif menggoyang pinggulnya. Begitu terasa nikmat sekali. "ooh... Tia... truss... aacchh... aacchh!" "Waann... aacchh... sstt... aawww... aacchh!" Tiba-tiba Tia mengerang kejang, rupanya dia sudah mencapai klimaksnya lagi. "Waann... aacchh... nggaak kuuaatt... aacchh... aachh!" Crett... crett... crett, dia mengeluarkan maninya lagi. Saya pun mulai merasa ada sesuatu yang memaksa keluar dari penis saya ini. Saya percepat kayuhan itu dan akhirnya, "Aahh... Tiaa... aacchh... sstt!" Crett... cret... crett.. sperma saya juga akhirnya keluar dengan deras.
Kami akhirnya terkulai lemas di atas kasur. Kukecup bibirnya dan dia tersenyum manis. "Maafkan saya Tia, kesucianmu sudah saya ambil." Dia tersenyum sambil mengeluarkan air mata. Dia memeluk saya erat sekali. Sungguh saya sebenarnya nggak berniat terlalu jauh sama Tia. Tapi setan telah merasuk sampai saya dan Tia berbuat maksiat itu. Saya telah menyelewengkan arti cinta ke dalam nafsu bejat. Itulah pengalaman pertama saya dalam seks. Dan itu cuma berlangsung sekali antara saya sama Tia. Karena tak lama setelah Lebaran Idul Fitri kami berpisah. Biarpun telah berpisah, saya tak akan mungkin melupakannya. Terutama hari Minggu itu. "Maafkan saya Tia, I will always love you hanny, wherever you are!"
Pembalasan Karena Merenggut Keperawanku
Masih ingat cerita mengenai pengalaman saya saat digagahi oleh dua orang teman saya, Aria dan Albert dalam "Regina". Nah pengalaman menarik saya yang sekarang ini adalah bagaimana saya membalas dendam kepada Aria. Dengan penuh rencana, saya berjalan memasuki rumah besar itu. Di tempat itulah keperawanan saya direnggut oleh dua orang teman saya. Saya tersenyum melihat siapa yang membukakan pintu dan mempersilakan saya masuk.
"Eh, Mbak Gina. Tumben sudah lama nggak main ke sini?"
"Ah, Rick, selama ini Mbak sibuk sekali, jadi nggak sempat main ke rumah kamu", kata saya kepada bocah kecil berusia sepuluh tahun itu, lalu duduk di kursi sofa di ruang tamu itu. Melihat Ricky, demikian namanya, berdiri terus, saya tersenyum.
"Rick, sini kamu duduk di samping Mbak."
"Malu ah, Mbak."
"Jangan malu-malu dong, Rick. Sini..." kata saya sambil menarik tangannya.
"Bagaimana pendapat kamu tentang Mbak, Rick. Mbak cantik apa nggak?"
"Ngg... Mbak cantik sekali, seperti yang ada di majalahnya Mas Aria."
Saya tersenyum senang mendengar jawabannya yang polos. Kemudian saya berdiri dan melucuti seluruh pakaian yang saya kenakan.
"Sekarang coba kamu lihat Mbak. Bagaimana pendapat kamu?"
"Idih, Mbak kok telanjang bulat sih. Ricky malu ah!" kata Ricky, mukanya memerah.
"Ricky saja cuma berani telanjang bulat kalau lagi dimandiin sama Mama", sambungnya.
"Nggak apa-apa kok Rick. Kan kita di sini cuma berdua. Nggak ada lagi yang melihat. Nah kalau yang ini kamu tahu nggak namanya?" tanya saya sambil menunjuk payudara saya.
"Ih, punya Mbak hampir sama dengan punya Mama. Cuma Mbak lebih besar.."
"Kamu sudah pernah memegangnya belum?"
"Dulu waktu Ricky kecil kan netek sama Mama."
"Sekarang kamu mau memegang punya Mbak nggak? Bandingin sama punya Mama kamu. Nih coba pegang!" kata saya sambil menarik tangan Ricky ke arah payudara saya.
Tangan saya membimbing tangan Ricky yang mungil menjelajahi payudara saya. Kubantu ia meremas-remas payudara saya yang kenyal. Puting susu saya yang kecoklatan itu mulai menegang.
"Rick, kamu bisa ngasih contoh nggak, seperti apa waktu kamu netek sama Mama kamu."
"Begini Mbak", katanya sambil mendekatkan mulutnya ke payudara saya. Ia mulai mengulum dan menghisap-hisap puting susu saya yang tinggi itu.
"Tapi punya Mbak nggak bisa keluar susunya. Tapi nikmat juga kok Mbak rasanya."
"Aah... Ouhh... Rick teruskan... Jangan berhenti..." kata saya sambil mengerinjal-gerinjal kecil. Sementara Ricky terus melahap puting susu saya yang semakin lama semakin mengeras. Persis seperti waktu ia menyusu pada ibunya dulu.
"Rick, coba sekarang kamu buka celana kamu", kata saya tak lama kemudian.
"Ah, nggak mau ah, malu!" kata Ricky sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu mau Mbak kasih tahu nggak caranya Papa sama Mama kamu bikin kamu dulu?"
"Memangnya Mbak Gina tahu?" tanya sang bocah keheranan.
"Makanya!"
Akhirnya Ricky menanggalkan celananya. Saya tertawa dalam hati. Betapa mungilnya batang kemaluannya.
"Nah, kamu tahu apa itu yang kamu punya?" saya bertanya sambil menunjuk batang kemaluan Ricky.
"Ini 'titit'. Buat pipis!" katanya dengan lugu.
"Ada lagi! Bukan cuma buat pipis saja, tapi bisa juga buat bikin anak. Kamu juga dulu asalnya dari situ, Rick."
"Dari pipis?!" Jawaban Ricky yang polos itu membuat saya tertawa.
"Bukan, bukan! Tapi begini, pertama kali Mama kamu akan berbuat seperti ini pada Papa kamu", kata saya sambil mengelus-elus kemaluan Ricky.
"Ih, Mbak! Geli!"
Ricky menggoyangkan tubuhnya kegelian. Namun saya tidak mengindahkannya. Dengan segera saya memasukkan batang kemaluan mungil itu ke dalam mulut saya. Meskipun diliputi oleh rasa jijik, saya melumatnya. Saya hisap-hisap dan saya jilat-jilat ujung "meriam" kecil yang telah mulai menegang itu. Bocah lelaki itu mulai menggerinjal-gerinjal terangsang.
"Hsspp... Bagaimana Rick? Enak?"
"hh... Enak, Mbak, nikmat. Terusin dong, Mbak."
Dengan lidah saya gelitik batang kemaluannya dari ujung hingga pangkal, semakin membuat mata Ricky membelalak kenikmatan.
"Nah, itu baru pendahuluannya. Coba sekarang kamu jilatin punya Mbak.." Tanpa berpikir panjang lagi, Ricky menjulurkan lidahnya, dan mulai menjilati liang kewanitaan saya. Saya menjerit kecil sewaktu daging kecil yang ada di dalamnya tersentuh oleh ujung lidah Ricky. Kenikmatan yang tiada taranya!
"Tapi bau, Mbak", kata Ricky ketika sudah puas merambahi vagina saya.
"Iya deh sudah. Sekarang yang terakhir. Coba kamu berbaring."
Ricky segera berbaring di atas sofa, dan saya naik di atasnya. Dengan perlahan-lahan saya memasukkan batang kemaluan yang kecil itu ke dalam liang vagina saya. Lalu dengan gerakan sedikit memutar, saya menggerakkan pantat saya naik turun di atas batang kemaluan Ricky.
"oouuh... Mbak Sandra... Enak..." jerit Ricky merasakan kenikmatan yang bukan main.
Tidak begitu lama berselang, batang kemaluan Ricky menyemprotkan cairan putih encer yang membasahi kewanitaan saya. Ia sudah sampai pada klimaksnya. Sementara saya belum mencapai klimaks.
Saya suruh Ricky memasukkan jari-jari mungilnya ke dalam liang vagina. Masuk, keluar. Begitu berulang-ulang. Sehingga dengan menggerinjal keras akhirnya saya mencapai kepuasan. Dan saya telah berhasil menjalankan rencana saya tanpa adanya hambatan.
Baru saja saya mengenakan kembali beha dan celana dalam saya, tiba-tiba pintu rumah terbuka, dan seseorang yang saya kenal masuk ke dalam. Ia langsung melotot melihat apa yang dilihatnya di ruang tamu itu.
"Gina! Apa yang kamu perbuat pada adik gue!" bentak orang itu. Saya menyeringai.
"Aria! Gue cuma mengajari Ricky tentang apa yang pernah kamu buat terhadap diri gue!" kata saya acuh tak acuh.
"Keparat kamu!" Aria menampar pipi saya, membuat saya limbung. Tetapi saya berhasil menenangkan diri saya. Lalu dengan tidak mempedulikan Aria yang naik darah, saya kenakan pakaian saya kembali dan langsung pergi keluar rumahnya sambil tertawa puas. Skornya sekarang satu-satu!
Mungkin bagi para pembaca, perbuatan saya itu kelewatan bahkan terlalu gila. Tetapi itu memang kenyataannya. Keperawanan yang selama ini kujaga ketat ternyata direnggut begitu saja oleh teman-teman saya sendiri! Ini yang membuat saya ingin membalas dendam.
"Eh, Mbak Gina. Tumben sudah lama nggak main ke sini?"
"Ah, Rick, selama ini Mbak sibuk sekali, jadi nggak sempat main ke rumah kamu", kata saya kepada bocah kecil berusia sepuluh tahun itu, lalu duduk di kursi sofa di ruang tamu itu. Melihat Ricky, demikian namanya, berdiri terus, saya tersenyum.
"Rick, sini kamu duduk di samping Mbak."
"Malu ah, Mbak."
"Jangan malu-malu dong, Rick. Sini..." kata saya sambil menarik tangannya.
"Bagaimana pendapat kamu tentang Mbak, Rick. Mbak cantik apa nggak?"
"Ngg... Mbak cantik sekali, seperti yang ada di majalahnya Mas Aria."
Saya tersenyum senang mendengar jawabannya yang polos. Kemudian saya berdiri dan melucuti seluruh pakaian yang saya kenakan.
"Sekarang coba kamu lihat Mbak. Bagaimana pendapat kamu?"
"Idih, Mbak kok telanjang bulat sih. Ricky malu ah!" kata Ricky, mukanya memerah.
"Ricky saja cuma berani telanjang bulat kalau lagi dimandiin sama Mama", sambungnya.
"Nggak apa-apa kok Rick. Kan kita di sini cuma berdua. Nggak ada lagi yang melihat. Nah kalau yang ini kamu tahu nggak namanya?" tanya saya sambil menunjuk payudara saya.
"Ih, punya Mbak hampir sama dengan punya Mama. Cuma Mbak lebih besar.."
"Kamu sudah pernah memegangnya belum?"
"Dulu waktu Ricky kecil kan netek sama Mama."
"Sekarang kamu mau memegang punya Mbak nggak? Bandingin sama punya Mama kamu. Nih coba pegang!" kata saya sambil menarik tangan Ricky ke arah payudara saya.
Tangan saya membimbing tangan Ricky yang mungil menjelajahi payudara saya. Kubantu ia meremas-remas payudara saya yang kenyal. Puting susu saya yang kecoklatan itu mulai menegang.
"Rick, kamu bisa ngasih contoh nggak, seperti apa waktu kamu netek sama Mama kamu."
"Begini Mbak", katanya sambil mendekatkan mulutnya ke payudara saya. Ia mulai mengulum dan menghisap-hisap puting susu saya yang tinggi itu.
"Tapi punya Mbak nggak bisa keluar susunya. Tapi nikmat juga kok Mbak rasanya."
"Aah... Ouhh... Rick teruskan... Jangan berhenti..." kata saya sambil mengerinjal-gerinjal kecil. Sementara Ricky terus melahap puting susu saya yang semakin lama semakin mengeras. Persis seperti waktu ia menyusu pada ibunya dulu.
"Rick, coba sekarang kamu buka celana kamu", kata saya tak lama kemudian.
"Ah, nggak mau ah, malu!" kata Ricky sambil menggelengkan kepalanya.
"Kamu mau Mbak kasih tahu nggak caranya Papa sama Mama kamu bikin kamu dulu?"
"Memangnya Mbak Gina tahu?" tanya sang bocah keheranan.
"Makanya!"
Akhirnya Ricky menanggalkan celananya. Saya tertawa dalam hati. Betapa mungilnya batang kemaluannya.
"Nah, kamu tahu apa itu yang kamu punya?" saya bertanya sambil menunjuk batang kemaluan Ricky.
"Ini 'titit'. Buat pipis!" katanya dengan lugu.
"Ada lagi! Bukan cuma buat pipis saja, tapi bisa juga buat bikin anak. Kamu juga dulu asalnya dari situ, Rick."
"Dari pipis?!" Jawaban Ricky yang polos itu membuat saya tertawa.
"Bukan, bukan! Tapi begini, pertama kali Mama kamu akan berbuat seperti ini pada Papa kamu", kata saya sambil mengelus-elus kemaluan Ricky.
"Ih, Mbak! Geli!"
Ricky menggoyangkan tubuhnya kegelian. Namun saya tidak mengindahkannya. Dengan segera saya memasukkan batang kemaluan mungil itu ke dalam mulut saya. Meskipun diliputi oleh rasa jijik, saya melumatnya. Saya hisap-hisap dan saya jilat-jilat ujung "meriam" kecil yang telah mulai menegang itu. Bocah lelaki itu mulai menggerinjal-gerinjal terangsang.
"Hsspp... Bagaimana Rick? Enak?"
"hh... Enak, Mbak, nikmat. Terusin dong, Mbak."
Dengan lidah saya gelitik batang kemaluannya dari ujung hingga pangkal, semakin membuat mata Ricky membelalak kenikmatan.
"Nah, itu baru pendahuluannya. Coba sekarang kamu jilatin punya Mbak.." Tanpa berpikir panjang lagi, Ricky menjulurkan lidahnya, dan mulai menjilati liang kewanitaan saya. Saya menjerit kecil sewaktu daging kecil yang ada di dalamnya tersentuh oleh ujung lidah Ricky. Kenikmatan yang tiada taranya!
"Tapi bau, Mbak", kata Ricky ketika sudah puas merambahi vagina saya.
"Iya deh sudah. Sekarang yang terakhir. Coba kamu berbaring."
Ricky segera berbaring di atas sofa, dan saya naik di atasnya. Dengan perlahan-lahan saya memasukkan batang kemaluan yang kecil itu ke dalam liang vagina saya. Lalu dengan gerakan sedikit memutar, saya menggerakkan pantat saya naik turun di atas batang kemaluan Ricky.
"oouuh... Mbak Sandra... Enak..." jerit Ricky merasakan kenikmatan yang bukan main.
Tidak begitu lama berselang, batang kemaluan Ricky menyemprotkan cairan putih encer yang membasahi kewanitaan saya. Ia sudah sampai pada klimaksnya. Sementara saya belum mencapai klimaks.
Saya suruh Ricky memasukkan jari-jari mungilnya ke dalam liang vagina. Masuk, keluar. Begitu berulang-ulang. Sehingga dengan menggerinjal keras akhirnya saya mencapai kepuasan. Dan saya telah berhasil menjalankan rencana saya tanpa adanya hambatan.
Baru saja saya mengenakan kembali beha dan celana dalam saya, tiba-tiba pintu rumah terbuka, dan seseorang yang saya kenal masuk ke dalam. Ia langsung melotot melihat apa yang dilihatnya di ruang tamu itu.
"Gina! Apa yang kamu perbuat pada adik gue!" bentak orang itu. Saya menyeringai.
"Aria! Gue cuma mengajari Ricky tentang apa yang pernah kamu buat terhadap diri gue!" kata saya acuh tak acuh.
"Keparat kamu!" Aria menampar pipi saya, membuat saya limbung. Tetapi saya berhasil menenangkan diri saya. Lalu dengan tidak mempedulikan Aria yang naik darah, saya kenakan pakaian saya kembali dan langsung pergi keluar rumahnya sambil tertawa puas. Skornya sekarang satu-satu!
Mungkin bagi para pembaca, perbuatan saya itu kelewatan bahkan terlalu gila. Tetapi itu memang kenyataannya. Keperawanan yang selama ini kujaga ketat ternyata direnggut begitu saja oleh teman-teman saya sendiri! Ini yang membuat saya ingin membalas dendam.
Langganan:
Postingan (Atom)